Selasa, 22 April 2014

Resensi Anak Koteka Jadi Gubernur

Judul buku: Anak Koteka Jadi Gubernur
Penulis Buku: Lamadi de Lamato
Tebal: 226


 Nama Lukas Enembe mencuat ketika ia hendak mencalonkan diri menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Ahmad Arobi Aituaraw dengan mengusung visi, Kasih Menembus Perbedaan pada Tahun 2006 silam.

Saat itu secara defacto beliau masih menjabat sebagai Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya, meski dirinya dapat dikatakan masih tergolong muda, beliau berani berhadapan dengan incumbent, yaitu pasangan Barnabas Suebu dan Alex Hesegem.

Lukas Enembe memang sosok yang sangat fenomenal, tidak saat ia mencalonkan diri menjadi gubernur karena berlatar belakang orang-orang pegunungan. Tetapi sangat fenomenalitas beliau saat terpilih menjadi Gubernur Papua Tahun 2013 yang lalu. Tidak saja kemenangan mutlak yang ia peroleh, tetapi posisi itu juga membuatnya menjadi gubernur termuda di indonesia. Satu prestasi yang luar biasa tentunya.

Setelah menjabat sebagai Bupati Kabupaten Puncak Jaya, kemudian beliau tampil sebagai Calon Gubernur bersama Calon Wakil Gubernur Klemen Tinal periode (2013-2018), sosok Lukas Enembe digambarkan Lamato sebagai sosok yang sabar, ulet dan pekerja keras.

Namun selama 7 tahun, beliau terus bekerja dan berbuat baik kepada masyarakat saat menjabat Bupati di Kabupaten Puncak Jaya. Akhirnya, berhasil merebut kursi Gubernur periode 2013-2018 dengan meraih 1.199.657 suara atau 52 persen.

Apa saja yang menjadikan beliau berhasil? Mari simak lika-liku dan rahasia sukses Lukas Enembe yang dibagikan Lamato di bawah ini.

Pada Bab I, penulis mengulas terperinci soal kepribadian sosok Lukas sebagai anak yang lugu dan pendiam, anak yang sopan dan bersahaja, murid yang paling menonjol, orang yang rendah hati, orang yang jujur dan berani, orang yang sangat percaya diri, sosok yang pluralis, anak yang necis dan rapi, memiliki emosi yang stabil, tak pernah keluh kesah, ulet dan pekerja keras, suka membantu orang dan memiliki karisma yang kuat.

Dengan membaca kepribadian Enembe dalam buku ini, akan membuat pembaca terus rasa ketagihan. Penulis sangat mahir dalam menceritakan kepribadian Lukas Enembe melalui wawancara beberapa tokoh yang dianggap penulis tepat untuk diwawancarainya.

Lamato bahkan menulis Lukas adalah nabi modern bagi masyarakat Koteka yang sejak lama diimpikan masyarakat terisolir, tertinggal dan termarginal oleh pembangunan yang tak menyentuh. Hal ini adalah hasil wawancaranya dengan Aloysius Giay, sekarang kepala dinas Kesehatan provinsi Papua.

Bab II menjelaskan bagaimana jalan terjal menuju kesuksesan. Baru kali ini orang pegunungan bisa menguasai politik di Papua dengan tidak tanggung-tanggung, jabatan nomor satu di Provinsi Papua direbutnya.

Dengan kehadiran Lukas Enembe orang pegunungan pun bisa diterima dalam pentas politik Papua, memang sangat relatif cepat dengan kehadiran Lukas.

Penulis buku ini menceriterakan panjang lebar tentang bagaimana seorang Lukas Enembe berusaha keras dengan penuh godaan, tantangan, ujian, tetapi semuanya itu dengan tabah dan rendah hati beliau jalani. Misalnya, saat Enembe jadi ketua kelompok tani yang dituliskan dalam buku ini: Saat ia memimpin jadi ketua kelompok tani, memulai mencoba dan mendapatkan tantangan besar, istrinya sedang mengandung 2 bulan. Kemudian isterinya masuk rumah sakit dan anak yang dikandungnya gugur. Buah hati Lukas Enembe, Onno, yang dilahirkan melalui operasi sesar pun harus menutup usianya.

Dalam Bab III menjelaskan tentang bagaimana ketika Lukas kuliah ke luar negeri, Australia, hingga  kemudian menjadi praktisi politik hingga Lukas menjadi Gubernur Papua.

Juga tentang kinerja Enembe dalam 100 hari kerja. Ia membuktikan slogannya: "kemenangan kami adalah kemenangan Rakyat Papua untuk menuju peradaban baru".

Penulis mencoba menjelaskan juga mengenai gagasan Lukas Enembe yang berupaya melibatkan OPM dalam mengisi pembangunan di Papua dengan memberikan posisi sesuai dengan yang mereka mau, dalam bab IV.

Buku ini juga mengulas tentang ketegasan Enembe menolak pemekaran di Papua. Belakangan ini Enembe berkomentar, lebih baik dirinya menjadi warga negara Australia jika Papua dimekarkan jadi banyak DOB.

Namun OPM tetap pada garis perjuangannya, berjuang untuk Papua Merdeka. Dan tampaknya, sikap merangkul OPM tidak berhasil dibuat Enembe sejauh ini.

Akhirnya, saya lihat, Lamato ingin menggambarkan Lukas Enembe sebagai sosok yang percaya diri, optimis dan tidak mudah menyerah untuk menjadi orang nomor satu di Papua walau dibilang usianya masih sangat muda. Dan semangat itu yang sebenarnya dimiliki setiap anak pegunungan, anak Papua pada umumnya: sikap tidak mudah menyerah!.

Hendrikus Yeimo adalah mahasiswa Papua, wartawan majalahselangkah.com, kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah, Jayapura.

Sumber: http://majalahselangkah.com/content/-anak-koteka-jadi-gubernur?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter

2 komentar:

  1. Luar biasa anak gunung satu - satunya, hanya cara berdemokrasinya kurang baik. Dia tidak dipilih oleh rakyat dalam arti tidak suara hati rakyat yg memilih dia sebagai Gubernur namun karena tekanan-tekanan pemerintah daerah kepada desa-desa sehinga suara terpaksa diarahkan kepda pak Lukas. Contoh, Kepala Daerah Lanny Jaya, Befa Jigibalom intruksikan kepada desa2 dan pejabat lain utk menangkan Demokrat, jika tidak maka kursi dan pakean dinas akan diganti. Lebih lengkapnya bisa lihat di dalam buku yg ditulis oleh akademisi, aktivis gereja dgn judul " Pemilihan Gubernur Papua tidak demokratis" by Pares L. Wenda.

    BalasHapus
  2. Resensi Anak Koteka Jadi Gubernur

    BalasHapus