Most Popular
This Week
Sebuah Peristiwa Pengibaran Bendera Bersejarah Sinyal Kebangkitan untuk Nasib Papua Barat
Klaim Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri adalah mendapatkan dasar internasional . Tapi untuk ini menjadi kenyataan , lebih banyak pe...
(tanpa judul)
''EMAA''BUDAYA SUKU MEE DI DEBEY DEBEY ==> Pada tanggal 18 maret 2012, Suatu keistimewaan di daerah Debey tepatnya d...
Popular Posts
Latest Stories
What is new?
Comments
What They says?
Mencari Solusi untuk Konflik Papua
OTSUS GAGAL DI TANAH PAPUA ( dok/antara Ilustrasi ) |
Kebijakan pemerintah tidak berhasil meredam konflik Papua.
Sejak Papua bergabung dengan Republik
Indonesia, 1 Mei 1963, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah
kebijakan untuk menyelesaikan konflik Papua.
Pada masa Orde Baru,
pemerintah berupaya menyelesaikan konflik Papua melalui pendekatan
keamanan dengan mengedepankan militer dan senjata.
Memasuki Orde Reformasi, pemerintah
mengutamakan pendekatan kesejahteraan. Selanjutnya, pemerintah
mengeluarkan kebijakan otonomi khusus (otsus) sebagai tanggapan atas
tuntutan Papua merdeka.
Kebijakan ini ditetapkan tanggal 21 November
2001 melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk
Provinsi Papua. Diandaikan bahwa konflik Papua akan diselesaikan
tanpa pertumpahan darah melalui implementasi UU Otsus secara efektif
dan konsisten.
Setahun kemudian, pemerintah
meluncurkan kebijakan pemekaran kabupaten. Pada 11 Desember 2002,
pemerintah membentuk 14 kabupaten baru di Papua melalui UU Nomor 26
Tahun 2002.
Pada 21 Januari 2003, pemerintah
memekarkan Provinsi Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat dari
Provinsi Papua melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2003. Kebijakan ini
memicu perang suku di Timika yang membatalkan pembentukan Provinsi
Irian Jaya Tengah.
Setelah melakukan pemekaran provinsi
dan kabupaten, pemerintah melihat pentingnya percepatan pembangunan.
Pada 16 Mei 2007, pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2007
tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.
Empat tahun kemudian, tepatnya 20
September 2011, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan
Papua Barat (P4B).
Untuk melaksanakan Perpres ini,
pemerintah membentuk satu unit khusus melalui Perpres Nomor 66 Tahun
2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat (UP4B). Masa kerja unit ini akan berakhir tahun 2014.
Pada 17 Oktober 2012, pemerintah
mengeluarkan Perpres Nomor 84 tahun 2012 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi
Papua dan Papua Barat. Dalam Perpres ini, orang asli Papua diberikan
kesempatan dan peranan yang lebih besar dalam pengadaan barang dan
jasa pemerintah di kedua provinsi ini.
Seraya mengakui dampak positif yang
dialami orang Papua, kebijakan-kebijakan ini tidak berhasil meredam
konflik Papua. Terbukti konflik Papua masih saja membara dan terus
merenggut nyawa, baik warga sipil maupun personel TNI dan Polri.
Korban mungkin akan terus berjatuhan dan bertambah.
Pertanyaan yang patut diajukan adalah
sekali pun pemerintah telah mengedepankan pendekatan kesejahteraan,
memberikan status otsus, mengucurkan dana triliunan rupiah, membagi
Papua menjadi dua provinsi, melipatgandakan jumlah kabupaten, dan
mempercepat pembangunan, mengapa semua kebijakan ini belum berhasil
menyelesaikan konflik Papua?
Solusi Komprehensif
Penyebab utama dari belum tuntasnya
penyelesaian konflik Papua melalui kebijakan-kebijakan di atas,
menurut saya, karena belum ada solusi yang komprehensif.
Konflik Papua lebih sering diidentikkan
dengan masalah ekonomi. Dengan berasumsi konflik Papua akan hilang
dengan sendirinya ketika orang Papua menikmati kesejahteraan ekonomi,
pemerintah lebih memperhatikan bidang ketahanan pangan, pengurangan
kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Perlu disadari bahwa selain masalah
ekonomi, konflik Papua mengandung masalah ke-Indonesiaan. Masih ada
orang Papua yang belum mengakui dirinya sebagai orang Indonesia.
Masalah ini merupakan beban politik bagi pemerintah dan setiap
Presiden Indonesia.
Ada juga persoalan benturan budaya
antara Melayu versus Melanesia. Ada perbedaan penafsiran atas sejarah
bergabungnya Papua dengan Indonesia. Papua juga merupakan
satu-satunya daerah yang bergabung dengan Indonesia melalui
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dengan demikian, konflik Papua
mempunyai dimensi ekonomi, politik, budaya, sejarah, keamanan, dan
internasional. Oleh karena itu, solusi parsial tidak akan
menyelesaikan konflik Papua. Kompleksitas dan multidimensionalitas
konflik Papua menuntut suatu solusi komprehensif yang mengakomodasi
dan mampu menjawab semua dimensi permasalahan.
Pemerintah tidak boleh memandang
dirinya sebagai satu-satunya pihak yang mampu mengatasi konflik
Papua. Hal ini karena pemerintah terbukti tidak berhasil
menyelesaikan konflik Papua melalui berbagai kebijakan yang
ditetapkannya tanpa keterlibatan pihak lain.
Apabila konflik Papua mau diselesaikan
secara permanen, pemerintah harus merangkul semua pemangku
kepentingan agar secara bersama-sama mencari solusi yang
komprehensif. Perlu ditetapkan mekanisme inklusif yang dapat
memungkinkan keterlibatan semua pihak yang berkepentingan dalam
pembuatan kebijakan.
Secara khusus, pemerintah tidak perlu
takut melibatkan orang Papua yang bergabung dalam Organisasi Papua
Merdeka (OPM). Perlu disadari bahwa sebagus apa pun kebijakan
pemerintah, tidak dapat menyelesaikan konflik Papua apabila tidak
berkonsultasi dengan kelompok OPM.
OPM terdiri atas tiga kelompok, yakni
orang Papua yang melakukan perlawanan di kota dan kampung, mereka
yang bergerilya di hutan dengan nama Tentara Pembebasan Nasional
Papua Barat (TPN PB), dan orang Papua yang hidup di luar negeri.
Ketiga kelompok ini harus dilibatkan semuanya dalam pembahasan solusi
yang komprehensif.
Pemerintah perlu mendorong mereka untuk
berkumpul, berdiskusi, dan merumuskan pandangan kolektifnya tentang
kebijakan yang komprehensif bagi penyelesaian konflik Papua.
Dengan demikian, solusi komprehensif
untuk Papua dicari dan ditetapkan secara bersama, serta diterima
semua pemangku kepentingan, termasuk kelompok OPM.
*Penulis adalah dosen STFT Fajar Timur
Abepura dan Koordinator Jaringan Damai Papua.
Sumber : Sinar Harapan
About Unknown
Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.
Tidak ada komentar: