|
Frans Ign Bobii/dok |
Opini Moyai-Papua, Kepercayaan terhadap benda-benda gaib
merupakan salah satu tradisi dimasing-masing suku di Papua termasuk suku Mee.
Oleh marga-marga yang mendiami pelataran gunung Weyland [Kegata-Makataka],
menganggap benda-benda tertentu memiliki kekuatan gaib diluar kekuatan
manusia. Matahari, bulan, bintang dan hewan-hewan termasuk kosmos
disekitarnya dipandang sebagai pengarah jalan, petunjuk, dan pemberi
informasi, [kompas] yang mampu menentukan masa kini, besok dan masa depan
mereka.
Hubungan yang jalinan antara manusia dan benda-benda tertentu yang dianggap
penyelamat berdasarkan pengalaman yang dirasakan, dialami, dilihat dalam
kehidupan sosialnya. Sebabnya dalam proses mempertahankan hidup marga-marga
dalam suku Mee memiliki masing-masing kekuatan gaib yang diyakini sebagai
dewa penyelamat mereka. Di masa lalu mite “Kego” dipandang sebagai suatu
peristiwa pemberi infomasi atas perbuatan yang dicurigai kepada seseorang
karena kehilangan barang, kematian seseorang.
Jika seseorang mencuri, atau membunuh seseorang dengan mengunakan jimad,
untuk mencari tahu penyebab pelaku atas kematian ataupun kehilangan barang
milik orang lain maka kerap kali keluarga almarhum mencari tahu sebab akibat
kematian seseorang.
Peristiwa “Kegotai” hanya bisa dilakukan oleh orang khusus [tertentu], yang
memiliki hubungan erat dengan benda-benda gaib. Secara harafia’’Kego”memiliki
arti pemberi, memberi tahu”, dan Tai artinya melakukan, melaksanakan” merujuk
pada gerakan peristiwa tersebut. Maka Kego [benda] adalah suatu peristiwa
yang dilakukan guna mendapatkan keterangan atas ketidaktahuan suatu peristiwa,
baik kehilangan barang, kematian seseorang.
Biasanya, proses pelaksanaan “Kegotai” oleh orang tertentu mengunakan
benda-benda yang didapatkan dari kekuatan gaib atas jalinan tertentu.
Penjelasan diatas mendapatkan keterangan bahwa” Kego” menunjukkan benda yang
digunakan”sedangkan “Tai” menerangkan atas gerakan yang dilakukan oleh orang
yang melakukan peristiwa sacral dimaksud.
Makna yang terkandung dalam proses ini bukan dipandangan sebagai suatu
gerakan gargoisme, animism, akan tetapi penghayatan suku yang sudah
berkembang, dihayati, diyakini sebagai ciptaan ALLAH [ugatamee,Ugaugamee,].
Karena itu gerakan ini menjadi suatu penghayatan atas kekuatan ALLAh melalui
benda kosmos yang diyakininya semenjak zaman Isolemen, zaman Simbiotik hingga
zaman Misionaris.
Di kalangan marga-marga suku Mee, paham “Kegotai” merupakan mitos yang dapat
memberikan pencerahan dalam kegelapan persoalan bersifat situasional. Ada
beberapa jenis “Kegotai” dikalangan suku Mee, diantaranya, Meeyiwi,
Tinoubay,[tunibay], Baupana, Duwaikomauga, Pekataumai, Matokatuwai, Bobauga,
Matokatuway, Bogauga, Yuweda, Bobauga, dan masih ada yang lain. Berbagai
jimaat yang dimiliki akan memberikan suatu pandangan kearah masa depan guna
menentukan siapa yang bersalah.
Sejumlah jenis jimaat ini akan bertindak sebagai rambu-rambu untuk memastikan
siapa yang mencuri atau membunuh atas suatu masalah. Jika jimaat yang
dilakukan itu tidak kena sasaran kepada siapa yang ditujukan maka akan
dilakukan pencabutan kembali. Upaya mencabut kembali adat [jimat] yang di
lepas kepada orang yang dituduh, maka harus mengumpulkan materi dan kesiapan
mental, misalnya, uang, hewan korban, bahkan jimat yang berkelas tinggi harus
menyerahkan seorang gadis perawan. ***
Penulis adalah Frans Ign Bobii, Juga Penulis buku “Hermans
Tillemans’’ Awee Pitoo.
|
Tidak ada komentar: