PEMBEBASAN (Bandung, 2/8/2016); Siang tadi, sekitar jam 11:00, gabungan organisasi mahasiswa dan
individu di Bandung membentangkan spanduk, poster-poster, palu berbaris.
Salah seorang peserta mengambil megaphone kemudian berorasi. Mereka
menamakan dirinya Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi. 30an peserta
demonstrasi menggelar proses menyuarakan gagasan di depan kantor Pikiran
Rakyat, Bandung. Demonstrasi juga dibakar oleh pertunjukan “Doger
Manusia”, buah karya dari kawan-kawan Daunjati. Kumpulan seniman
kerakyatan.
Gagasan utamanya mengenai upaya mendorong
majunya demokrasi kerakyatan yang dibajak oleh kepentingan investasi
(kapitalisme), termasuk bicara tentang nihilnya demokrasi di Papua, dan
praktik kejahatan kemanusiaan yang menyertainya.
Dalam pemberitahuan kepada publik,
Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi memastikan bahwa demonstrasi akan
digelar di depan Gedung Merdeka yang jadi simbol perlawanan menentang
kolonialisme. Situasi lapangan berkata lain, ternyata ada ormas yang
menggelar demonstrasi dengan jargon “keutuhan NKRI”.
Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi
menduga bahwa ada unsur kesengajaan aparat (tentara) memobilisasi ormas
tersebut untuk menggagalkan kelompok manapun yang hendak berbicara
tentang kemerdekaan Papua, minimal, referendum sebagai mekanisme
demokratis. Faktanya, di titik berangkat yang lain, barisan demonstran Aliansi Mahasiswa Papua dihadang aparat polisi, dipaksa bubar, dilarang bergabung dengan Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi yang sudah berada di Jalan Asia-Afrika.
Dugaan tersebut menguat sebab beberapa
hari sebelumnya, humas aliansi Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi
dihujani teror via telefon dari lebih 8 penelpon yang mengaku sebagai
aparat kepolisian (Polrestabes Bandung dan Polda Jabar). Kesemuanya
menganjurkan agar rencana aksi Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi
dibatalkan karena ada massa aksi ormas yang berposisi menolak gagasan
demokratik yang disuarakan Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi. Dan
diketahui bahwa ormas tersebut terdiri dari anak-anak tentara. Sebuah
institusi yang tangan-tangannya paling berlumuran darah.
Bagi aliansi, itu adalah upaya ancaman
halus yang analogi sederhananya adalah: Jangan demonstrasi, karena ada
massa ormas sedang aksi yang isunya menolak gagasan demokratik kalian.
Itu adalah sikap aparat yang membela ormas reaksioner ketimbang
suara-suara demokratisasi terutama untuk Papua. Tidak heran. Mereka
institusi pelindung kapitalis.
Tanpa banyak pertimbangan, Solidaritas
Rakyat untuk Demokrasi menggelar aksinya hingga jam 1 siang di tempat
yang tak jauh dari massa ormas berkumpul. Dengan jarak 50 meter. Setelah
aksi selesai, ormas terus melakukan provokasi dengan kawalan aparat.
Mereka berdiri mengamati massa aksi Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi.
Seorang berbadan tegap berbaris, dan seorang lagi, sambil menegapkan
badan berteriak: “NKRI harga mati, anjing!“. berteriaknya.
Dalam situasi istirahat setelah aksi,
massa Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi menanggapi dengan melanjutkan
minum air mineral dan menghisap rokoknya. Hingga akhirnya, massa
berjalan menuju tempat konsolidasi aliansi. Massa aksi Solidaritas
Rakyat untuk Demokrasi berjalan melewati barisan ormas reaksioner picik
dengan dikawal aparat yang juga tahu bahwa massa ormas tersebut
dimobilisasi tentara. Setali-tiga-uang, itulah gambaran kerjasama mesra
nan abadi TNI-Polri-Ormas-Reaksioner, para pemuja keserakahan tuan
kapitalis.(bp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar