• Latest Stories

      What is new?

    • Comments

      What They says?


TEKNIK UJI RUMPANG DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN WACANA BAHASA


TEKNIK UJI RUMPANG DALAM MENINGKATKAN
 
KERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN WACANA BAHASA
PERANCISKET



 ANAK PAPUA TUNJUKAN KETERAMPILAN MEMBACA
2.1 Keterampilan Membaca Pemahaman Wacana Bahasa Perancis
2.1.1 Pengertian Membaca

Membaca merupakan suatu metode yang dapat dipergunakan untuk
berkomunikasi, yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam suatu wacana.
Salah satu syarat untuk menjadi manusia yang unggul dan cerdas, adalah dengan
meningkatkan pengetahuan dengan cara membaca.
Hodgson (Tarigan, 2008: 7) memberikan definisi bahwa
‘Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok
kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlibat dalam pandangan sekilas
dan agar kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Jika hal ini tidak
terpenuhi, maka pesan yang tersurat maupun yang tersirat tidak akan dipahami
dan proses membaca tidak terlaksana dengan baik’.
Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Anderson (Tarigan, 2008:8) bahwa
‘membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna
yang terkandung atau tersirat dalam lambang-lambang tertulis’.
8
Rey (2001: 849) dalam kamusnya yang berjudul Le Grand Robert De La
Langue Française menjelaskan pengertian membaca sebagai berikut, “lire est de
façon relativement suivie (un texte), pour s’informer, s’instruire, et critique qui doit
tout lire”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa membaca adalah suatu
keterampilan yang teratur dari sebuah wacana, untuk mencari keterangan, menambah
pengetahuan, dan kritik yang terlihat. Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan telah menempatkan kegiatan membaca pada
posisi yang sangat penting khususnya dalam pembelajaran bahasa.
Menurut Gallison et Coste (1976: 298) dalam Dictionnaire de Didactique des
langues, “la lecture est action d’identifier les lettres et de les assembler pour
comprendre le lien entre ce qui est écrit et ce qui est dit”. Dengan kata lain, membaca
adalah kegiatan mengenali huruf-huruf dan menyatukannya untuk mengerti hubungan
antara apa yang ditulis dan apa yang dikatakan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan informasi
atau pengetahuan dari apa yang dibacanya. Informasi tersebut dapat berupa kata-kata
yang terbentuk oleh rangkaian huruf menjadi objek dalam kegiatan membaca yang
memusatkan perhatian atau berkonsentrasi penuh terhadap bahan bacaan agar dapat
memahami isi wacana secara keseluruhan, sehingga pembaca dapat mengambil
manfaat dari apa yang terkandung dalam bacaan.
9
2.1.2 Tujuan Membaca
Tujuan membaca merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh pembaca
untuk memperoleh informasi yang mencakup isi, dan memahami makna sumber
bacaan. Bentolia dalam situs http://www.uvp5.univ-paris.fr/tfl/TFL.asp
mengemukakan tujuan membaca, yaitu “…les buts de lecture différents se lisent
différemment selon le contexte et les objectifs que l’on souhaite atteindre par cette
lecture”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kegiatan membaca memiliki tujuan
yang berbeda-beda sesuai dengan maksud dan sasaran yang diinginkan pembaca.
Sejalan dengan tujuan membaca di atas, Cicurel (1991: 16-17) dalam bukunya
yang berjudul Lecture Interactive en Langue Étrangère, mengemukakan tujuh tujuan
membaca, yaitu :
1) pour se distraire ou passer le temps;
(membaca untuk memperoleh hiburan atau mengisi waktu luang )
2) pour s’informer (les nouvelles du monde ou les horaires d’un train);
(membaca untuk mendapatkan informasi tentang berita-berita dunia atau
jadwal pemberangkatan kereta api)
3) pour étudier (traduire, expliquer des textes, approfondir ses
connaissances, corriger une copie, faire un exposé);
10
(membaca untuk belajar seperti menerjemahkan, menjelaskan maksud
dari suatu wacana, menambah pengetahuan, menyalin kembali, dan
presentasi)
4) pour faire une action (lire un mode d’emploi);
(membaca untuk melakukan suatu kegiatan seperti untuk membaca
petunjuk pemakaian)
5) pour chanter, prier, raconteur une histoire;
(membaca untuk bernyanyi, berdo’a, dan menceritakan sebuah cerita)
6) pour s’endormir; et
(membaca sebagai pengantar tidur)
7) pour connaître la littérature.
(membaca untuk mengenal dan mempelajari kesusastraan)
Berdasarkan beberapa tujuan dari kegiatan membaca tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa setiap situasi dalam membaca mempunyai tujuan tersendiri
yang spesifik terutama memberikan motivasi yang besar kepada pembaca. Oleh
karena itu, sebelum memulai kegiatan membaca seseorang harus memiliki tujuan
yang jelas, sehingga kegiatan membaca yang dilakukan tidak sia-sia. Namun pada
dasarnya tujuan membaca adalah untuk mendapatkan informasi, menambah wawasan
dari sebuah sumber bacaan.
11
2.1.3 Strategi Membaca
Kemampuan tiap orang dalam memahami apa yang dibaca tentunya berbeda.
Hal ini bergantung pada perbendaharaan kata yang dimiliki, minat, kemampuan
intelektual, dan keluwesan mengatur kecepatan membaca. Tagliante (1994: 126)
mengemukakan lima strategi membaca, yaitu:
1) la lecture repérage: Rechercher des informations précises et ponctuelles;
(mencari informasi yang jelas dan akurat dari sebuah wacana)
2) la lecture écrémage: Aller à l’essentiel, trouver les mots clés significatifs de
ce qui est important, intéressant et ou nouveau; (menemukan informasi
penting dengan cara menemukan kata kunci yang penting, menarik dan baru)
3) la lecture survol: comprendre l’intéret global d’un texte long ou d’un
l’ouvrage; (memahami secara global suatu teks panjang atau suatu karya
sastra)
4) la lecture approfondissement: Réfléchir, analyser en détail, mérmorise; et
(berfikir, menganalisis secara rinci suatu wacana, dan menghafalkannya) dan
5) la lecture de loisir et de détente: Pour se faire plaisir. (membaca untuk
kesenangan).
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat beberapa
strategi yang dapat digunakan oleh pembelajar dalam membaca pemahaman sebuah
wacana yang sesuai dengan kebutuhan.
12
2.2 Membaca Pemahaman
2.2.1 Pengertian Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman pada hakikatnya adalah kegiatan membaca untuk
memahami isi bacaan, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Oleh karena itu,
dalam membaca pemahaman, pembaca tidak hanya dituntut untuk sekedar mengerti
dan memahami isi bacaan saja tetapi juga harus mampu menganalisis, mengevaluasi,
dan mengaitkan dengan pengalaman-pengalaman yang telah dialaminya. Hal ini
disebabkan oleh adanya keharusan pembaca untuk memiliki ketelitian, pemahaman,
kekritisan berfikir serta keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat dalam suatu
bacaan.
Dilihat dalam segi pemahaman, membaca adalah mengenali informasi
wacana. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan membaca melibatkan dua hal,
yaitu: (1) membaca yang berimplikasi adanya pemahaman, dan (2) wacana yang
berimplikasi adanya penulis.
Penjelasan tentang pengertian membaca pemahaman dijelaskan pula oleh
Setiadi (2010: 87) bahwa “reading comprehension is a process in which the reader
engages in an exchange of ideas with an author via teks”. Dengan kata lain,
membaca pemahaman adalah proses dimana pembaca terlibat dalam proses
pertukaran paham atau ide dengan penulis melalui sebuah teks.
13
Pendapat senada diungkapkan dalam http://www.iidris.fr, “compréhension
écrit est aptitude à comprendre et la à interpréter un code écrit qui tracement des
idées, des concepts ou des émotions”. Berdasarkan keterangan tersebut dapat
disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang tidak
hanya menuntut pembaca untuk mengerti dan memahami isi wacana, tetapi juga
untuk menganalisis dan mengevaluasi makna yang tersirat maupun yang tersurat.
Sementara itu, Cuq (2003: 49) dalam kamusnya yang berjudul Dictionnaire
de Didactique du Français langues étrangère et seconde menjelaskan pengertian
membaca pemahaman, “ la compréhension est l’aptitude résultant de la mise en
oeuvre du processus cognitif, qui permet à l’apprenant d’accéder au sens d’un texte
qu’il lit ”. Ini berarti bahwa pemahaman adalah hasil dari kemampuan yang terjadi
dalam proses kognitif yang membantu para pembelajar memahami makna dari suatu
teks yang ia baca.
Selain itu dalam situs http://www.lb.refer.org mengemukakan,
“ compréhension écrite est d’amener notre apprenant progressivement vers le sens
d’un écrit, à comprendre et à lire différents types de texte”, dengan kata lain
membaca pemahaman dapat membantu kita belajar secara bertahap ke arah menulis,
untuk memahami dan membaca berbagai jenis teks.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
membaca pemahaman ada beberapa hal, yaitu pembaca, teks bacaan dan isi pesan
14
bacaan yang disampaikan oleh penulis. Dengan demikian, seorang pembaca harus
dapat memahami wacana yang terkandung dalam konteks bacaan secara keseluruhan
baik secara tersurat maupun tersirat dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dari
bacaan tersebut.
2.2.2 Membaca Sebagai Keterampilan Pemahaman
Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk memahami sebuah wacana,
karena dalam membaca seseorang harus dapat menggabungkan satu arti kata dengan
tata kalimat wacana. Dengan demikian pembaca dapat memahami isi atau situasi di
dalam wacana tersebut dengan baik.
Menurut Wiryodijoyo (1989: 8) dalam bukunya yang berjudul Membaca:
Strategi Pengantar dan Tekniknya memaparkan bahwa
“membaca sebagai keterampilan pemahaman merupakan pengembangan
kemampuan berbahasa. Secara garis besar keterampilan pemahaman dapat
diartikan sebagai keterampilan menafsirkan dan keterampilan evaluasi dari
apa yang dibaca baik secara eksplisit maupun implisit”.
Français Langue Etrangère (FLE) dalam http://www.lb.refer.org yang dapat
dialih bahasakan secara bebas, yang menyatakan bahwa terdapat beberapa
keterampilan membaca pemahaman diantaranya adalah :
1) une compétence de base qui vise à saisir l'information explicite de l'écrit ;
(sebuah keterampilan dasar yang dirancang untuk menangkap informasi
eksplisit secara tertulis)
15
2) une compétence intermédiaire, qui vise à reconstituer l'organisation explicite
du document ; et (sebuah keterampilan menengah, yang bertujuan untuk
membangun kembali dokumen eksplisit) dan
3) une compétence approfondie, qui vise à découvrir l'implicite d'un document
écrit. (sebuah keterampilan ahli, yang bertujuan untuk menemukan dokumen
tertulis secara implisit)
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan pemahaman yang
sebenarnya terdiri atas keterampilan-keterampilan dasar yang meliputi proses
membaca yang bertujuan untuk membangun kembali wacana secara eksplisit dan
secara implisit. Dengan demikian pembaca dapat mengambil manfaat dari apa yang
terkandung dalam suatu bacaan
2.2.3 Tujuan Membaca Pemahaman
Tujuan utama dalam membaca pemahaman adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Berikut ini beberapa
hal penting yang berhubungan dengan tujuan membaca pemahaman yang
dikemukakan oleh Tarigan (2008: 9-10) yaitu, membaca pemahaman:
1) untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta;
2) untuk memperoleh ide-ide utama;
3) untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita;
4) untuk menyimpulkan, membaca inferensi;
16
5) untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan;
6) untuk menilai atau mengevaluasi; dan
7) untuk memperbandingkan atau mempertentangkan.
Simpulan dari membaca pemahaman adalah memahami maksud penulis
dalam wacana. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dalam membaca serta
memahami maksud penulis tersebut, Tarigan (2008: 94) mengemukakan beberapa hal
yang harus dilakukan.
1) Mencari pernyataan mengenai maksud penulis pada paragraf-paragraf
pendahuluan, kemudian cari penjelasan lain pada paragraf penutup.
2) Perhatikan baik-baik maksud penulis karena biasanya penulis selalu
memunculkan dan memberi penekanan pada informasi penting dalam bacaan.
3) Perhatikan cara penyajian tulisan. Apabila maksudnya untuk memberitahukan,
pengarang akan menampilkan pokok bahasannya secara langsung dan nyata.
Maksudnya mengajak atau mendesak, penulis akan menatanya dalam suatu
susunan atau urutan yang logis. Apabila maksudnya meyakinkan, penulis
dapat menambahkan gaya tarik untuk memancing emosi pembaca.
4) Cari dan dapatkan maksud-maksud yang tersirat dalamwacana atau teks.
Dalam situs http://www.ib.refer.org disebutkan tujuan membaca pemahaman
yaitu,
“L’objectif de la compréhension écrit est découvrir le texte, et d’amener
progressivement l’apprenant à accéder au sens. L'objectif premier de cette
compétence n'est donc pas la compréhension immédiate d'un texte, mais
l'apprentissage progressif de stratégies de lecture dont la maîtrise doit à long
terme, permettre à notre apprenant d'avoir envie de lire de feuilleter un
journal ou de prendre un livre en français. Les apprenants vont acquérir petit
à petit les méthodes qui leur permettront plus tard de s'adapter et de
progresser dans des situations authentiques de compréhension écrite”.
17
Jika dialih bahasakan secara bebas, pernyataan di atas mengungkapkan bahwa
tujuan membaca pemahaman adalah untuk mengeksplorasi teks secara bertahap dan
membawa pembelajar untuk mencapai makna. Tujuan utama dari keterampilan ini
bukan merupakan pemahaman langsung dari teks, tetapi belajar membaca strategi
secara bertahap dalam jangka panjang, yang memungkinkan para pembelajar ingin
membaca jurnal-jurnal atau membaca buku dalam bahasa Perancis. Sedikit demi
sedikit pembelajar akan mendapatkan metode yang akan memungkinkan mereka
untuk beradaptasi dalam membaca pemahaman.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
tujuan membaca pemahaman adalah dapat membaca berbagai jenis teks atau wacana,
mengambil ide-ide pokoknya, dan terakhir dapat menarik kesimpulan atau memahami
setiap isi bacaan yang diberikan.
2.2.4 Aspek-Aspek Membaca Pemahaman
Aspek-aspek membaca pemahaman antara yang satu dengan yang lainnya
saling berkaitan erat. Aspek-aspek tersebut sabagian besar meliputi keterampilan
memahami makna yang terkandung dalam suatu wacana.
Terdapat dua aspek penting yang dikemukakan oleh Broughton (Tarigan
2008:12) dalam kegiatan membaca pemahaman yaitu:
a) Keterampilan bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap
berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup:
1) Pengenalan bentuk huruf
18
2) Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola
klausa, kalimat, dan lain-lain)
3) Pengenalan hubungan atau korespondensi pola ejaan dan bunyi
(kemampuan menyuarakan bahan tertulis )
4) Kecepatan membaca ketaraf lambat.
b) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher irder). Aspek ini
mencakup:
1) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal)
2) Memahami signifikansi atau makna (maksud dan tujuan pengarang,
relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca)
3) Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk)
4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan
keadaan.
Sejalan dengan pendapat ahli di atas dalam situs http://www.lb.refer.org
terdapat tiga aspek dalam membaca pemahaman, di antaranya:
1) aspect communicatif: les supports écrits doivent toujours présenter un
objectif langagier et communicatif ;
2) aspect discursif: Aider et vérifier la compréhension des élèves sont
différents ; et
3) aspect pédagogique: Comme pour toute activité d’apprentissage, il est
important que les tâches de compréhension suscitent au maximum la
participation de chaque apprenant.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa terdapat tiga bagian dalam membaca
pemahaman yaitu: (1) aspek komunikatif merupakan penyampaian pesan dengan baik
dari penulis dalam bentuk bahan bantu tulis seperti halnya media yang menyajikan
bahasa tulis dengan tujuan komunikatif ; (2) aspek diskursif yang mengaitkan fakta
secara bernalar dan dapat membantu pemahaman siswa yang memiliki tingkat
pemahaman yang berbeda ; dan (3) aspek pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar secara aktif untuk seluruh kegiatan pembelajaran,
dan pemahaman yang menghasilkan partisipasi maksimal dari setiap pelajar.
19
Dari uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa untuk dapat
memahami suatu bacaan, maka pembaca harus memperhatikan aspek-aspek dari
membaca pemahaman itu sendiri, yang mencakup aspek komunikatif, aspek diskursif,
dan aspek pedagogik.
2.2.5 Tingkatan Membaca Pemahaman
Tingkatan pembelajaran dalam membaca pemahaman pada dasarnya
diarahkan untuk mencapai tujuan umum, yaitu tersampaikannya informasi dari
pengarang kepada pembaca. Tingkatan membaca pemahaman ini menuntut pembaca
mampu berimajinasi, dan merenungkan kemungkinan-kemungkinan yang baru
dengan menggunakan pengetahuan serta informasi-informasi yang diolahnya dari
bacaan.
Berdasarkan tingkatannya, Setiadi (2010: 87) menjelaskan bahwa membaca
pemahaman dibagi kedalam beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut.
1) Literal: Literal comprehension requires the recognition or recall of ideas,
information and happenings that are explicitly stated in the materials
read.
(Pemahaman literal mancakup pengenalan atau mengenal kembali akan
ide-ide informasi, dan kejadian yang secara eksplisit tertera dalam bahan
bacaan)
2) Inference: Inferential comprehension is demonstrated by students when
they use a synthesis of the literalcontent of a selection, their personal
knowledge, intuition and imagination as a basis for conjectures or
hypotheses.
(Pemahaman inferensial dikemukakan oleh para murid ketika mereka
menggunakan sebuah sintesis terhadap bagian materi bacaan. Wawasan
pribadi, intuisi, dan imajinasi merekalah yang menjadi dasar akan segala
dugaan dan hipotesa)
20
3) Evaluation: Evaluation is demonstrated by students when they make
judgments about the content of a reading selection by comparing it with
external criteria, for exemple, information provided by the teacher on the
subject, authorities on the subject or by accredited written source on the
subject.
(Evaluasi ditunjukkan oleh para pembelajar ketika mereka mengadakan
penilaian mengenai isi bacaan pilihan dengan cara membandingkannya
dengan kriteria yang lain, contohnya, informasi yang guru persiapkan
mengenai materi, materi utama atau melalui sumber tertulis yang baik
mengenai materi tersebut)
4) Appreciation: Appreciaion has to do with students awareness of the
literary techniques, forms,styles, and the structures employed authors to
stimulate emotional responses in their readers.
(Apresiasi berhubungan dengan penguasaan pembelajar terhadap sistem
kebahasaan, bentuk, gaya bahasa dan struktur bahasa yang para penulis
gunakan untuk mendapatkan tanggapan emosional dari pembaca).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan kembali bahwa tingkatan membaca
pemahaman di bagi menjadi empat bagian antara lain: (1) pemahaman literal adalah
tingkatan pembaca mengenal dan menangkap bahan bacaan yang tertera secara
tersurat (eksplisit); (2) pemahaman inferensial adalah tingkatan pembaca dalam
memahami isi bacaan secara implisit; (3) evaluasi adalah tingkatan pembaca dengan
berfikir secara kritis terhadap isi bacaan; dan (4) apresiasi merupakan tingkatan
membaca sampai pada tahap penguasaan sistem kebahasaan untuk mendapatkan
tanggapan emosional dari pembaca.
2.2.6 Pengukuran Membaca Pemahaman
Penyusunan wacana tidak dilakukan sekedar mengutip kalimat dalam konteks
secara verbal, melainkan dibuat parafrasenya. Dengan demikian, siswa tidak sekedar
mengenali dan mencocokkan jawaban dengan wacana, melainkan dituntut untuk
21
memahaminya. Kemampuan siswa memahami dan memilih parafrase secara tepat
merupakan bukti bahwa siswa mampu memahami bacaan dari wacana yang
diberikan.
Dalam penelitian ini, pengukuran kemampuan membaca pemahaman secara
kognitif dilakukan dengan tes wacana rumpang. Tes kemampuan membaca
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang
terdapat dalam bacaan. Adapun penekanan tes kemampuan membaca adalah
kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam wacana.
Berdasarkan taksonomi Bloom (Nurgiyantoro, 2009:254-267), kegiatan memahami
informasi itu sendiri sebagai suatu aktifitas kognitif dapat dilakukan atau dibuat
secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (K1) sampai dengan tingkat evaluasi
(K6). Berikut penjelasan singkat mengenai tingkatan pengukuran membaca
pemahaman.
1) Tes kemampuan membaca tingkat ingatan (K1) sekedar menghendaki siswa
untuk menyatakan kembali fakta, definisi, atau konsep yang terdapat di dalam
wacana yang diujikan.
2) Tes kemampuan membaca tingkat pemahaman (K2) menuntut siswa untuk
memahami isi bacaan, mencari hubungan sebab akibat, perbedaan dan
persamaan antar hal melalui kemampuan siswa menemukan jawaban yang
telah diparafrasekan.
22
3) Tes kemampuan membaca tingkat penerapan (K3) menuntut siswa untuk
mampu menerapkan atau memberikan contoh baru, misalnya tentang suatu
konsep pengertian, atau pandangan yang ditunjuk dalam wacana.
4) Tes kemampuan membaca tingkat analisis (K4) menuntut siswa untuk mampu
menganalisis informasi tertentu dalam wacana, mengenali, mengidentifikasi,
atau membedakan pesan dan atau informasi, dan sebagainya. Kemampuan
memahami tingkat analisis antara lain berupa kemampuan menentukan
pikiran pokok dan pikiran-pikiran penjelas dalam sebuah alinea, menentukan
kalimat yang berisi pikiran pokok, jenis alinea berdasarkan letak kalimat
pokok, menunjukkan tanda penghubung antar alinea, dan sebagainya. Selain
itu, siswa dapat membedakan informasi dalam wacana yang berupa fakta dan
pendapat, atau membedakan apakah informasi itu berupa laporan,
penyimpulan, atau penilaian.
5) Tes kemampuan membaca tingkat sintesis (K5) menuntut siswa untuk mampu
menghubungkan dan atau menggeneralisasikan beberapa hal, konsep,
masalah, atau pendapat yang terdapat dalam wacana.
6) Tes kemampuan membaca tingkat evaluasi (K6) menuntut siswa untuk
mampu memberikan penilaian yang berkaitan dengan wacana yang dibacanya,
baik yang menyangkut isi permasalahan yang dikemukakan maupun cara
penuturan wacana itu sendiri.
23
2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Membaca Pemahaman
Dalam membaca sebuah wacana, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi membaca pemahaman seseorang. Keterampilan membaca pemahaman
menurut Moirand (1979: 22) dipengaruhi oleh tiga faktor yang membangunnya,
yaitu:
1) une compétence linguistique qui révélerait des models syntactic sémantiques
de langue;
(kemampuan linguistik yang berhubungan dengan bentuk sintaksis-semantik
bahasa).
2) une compétence sur la connaissance des types d’écrits (leur organisation
rhétorique) et de leur dimension programmatiques (les situations d’écrit); et
(kemampuan diskursif ‘nalar’ yang dibangun atas pengetahuan mengenai jenis
penulisan ‘susunan retorik’ dan dimensi pragmatik).
3) une connaissance des références extralinguistiques des textes l’expérience
vécue, les savoir-faire, le bagage socio-culturel et la perception (cultivée) que
l’on à du monde;
(pengetahuan referensi ekstralinguistik suatu teks berasal dari pengalaman
keterampilan bahasa, pengetahuan sosial budaya dan pengetahuan tentang
perkembangan dunia).
Dari paparan tersebut menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi dalam membaca pemahaman diantaranya, kemampuan linguistik,
diskursif, dan referensi ekstralinguistik.
2.2.8 Kriteria Penilaian Wacana
Sebuah wacana harus memenuhi beberapa kriteria tertentu. Salah satu cara
untuk mengetahui sebuah wacana layak atau tidak digunakan sebagai bahan
pengajaran ialah dengan mengacu kepada kriteria penilaian wacana. Hal ini didukung
oleh pernyataan yang dipaparkan oleh Tarigan (1989: 44), bahwa
24
1) wacana tersebut harus utuh sebagai sebuah karangan;
2) wacana tersebut sesuai dengan aturan dan tujuan yang akan dicapai;
3) wacana berpeluang sebagai bahan pengajaran bagi pokok bahasan; dan
4) wacana tersebut harus dapat teruji tingkat keterbacaannya, menarik serta erat
kaitannya dengan kehidupan siswa.
Selain kriteria-kriteria di atas yang merujuk pada pemahaman secara umum,
maka dapat ditarik kesimpulan secara khusus, bahwa kriteria penilaian wacana
hendaknya dapat menambah wawasan, menarik minat siswa, serta sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai, yaitu membaca pemahaman.
2.2.9 Kedudukan Keterampilan Membaca dalam Silabus Bahasa Perancis
SMA
Kemampuan siswa dalam keterampilan membaca merupakan bahasan
penelitian ini. Kedudukan membaca dalam silabus bahasa Perancis SMA yang diteliti
terdapat dalam materi pelajaran yang berhubungan dengan tema kehidupan seharihari,
yang bertujuan untuk memperoleh informasi umum dari wacana tulis sederhana
secara tepat tentang kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, peneliti merasa cocok dan
sesuai untuk melakukan penelitian, berdasarkan kesesuaian antara tujuan
pembelajaran yang terdapat dalam silabus tersebut dan tujuan penelitian yang akan
dilakukan, mengingat keterampilan membaca merupakan salah satu keterampilan
reseptif dan juga salah satu aspek dari standar kompetensi dalam silabus bahasa
Perancis di SMA
25
2.3 Teknik Uji Rumpang
Untuk dapat memahami pembelajaran dalam keterampilan membaca
pemahaman wacana dibutuhkan bimbingan dan latihan yang teratur. Dalam
pengajaran membaca pemahaman wacana bahasa Perancis guru harus mampu
memilih teknik pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan tingkat perkembangan
siswa. Upaya yang bisa dilakukan guru dalam mengajarkan membaca pemahaman
wacana bahasa Perancis salah satunya, yaitu dengan menggunakan teknik
pembelajaran membaca yang dinamakan Teknik Uji Rumpang.
2.3.1 Pengertian Teknik Uji Rumpang
Teknik Uji Rumpang merupakan sebuah teknik penghilangan kata-kata secara
sistematis dari sebuah wacana, dan pembaca diharapkan dapat mengisi kata-kata yang
dihilangkan tersebut dengan kata yang sesuai. Berbagai pengertian Teknik Uji
Rumpang diungkapkan beberapa ahli. Mulyati dan Harjasujana (1997: 3)
mengungkapkan bahwa, Teknik Uji Rumpang pertama kali diperkenalkan oleh
Wilson Taylor pada tahun 1953 yang berasal dari istilah “Closure” suatu istilah dari
ilmu jiwa Gestalt. Konsepnya menjelaskan tentang kecenderungan orang untuk
menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap, secara mental menjadi satu kesatuan
yang utuh, dan melihat bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan. Dalam teknik ini
pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak lengkap (karena ada
bagian-bagian yang dihilangkan) dengan pemahaman yang sempurna. Bagian kata26
kata yang dihilangkan itu biasanya kata ke-n, digantikan dengan tanda garis lurus
panjang atau dengan titik-titik. Penghilangan bagian-bagian kata dalam Teknik Uji
Rumpang, mungkin juga tidak berdasarkan kata ke-n secara konsisten dan sistematis.
Terkadang pertimbangan lain turut menentukan kriteria pengosongan kata-kata
tertentu dalam wacana ini. Misalnya kata kerja, kata benda, kata depan atau kata-kata
tertentu yang dianggap penting, bisa jadi merupakan kata yang dihilangkan.
Penghilangan kata-kata dari suatu wacana tulis merupakan ciri khas pokok
dari Teknik Uji Rumpang. Abidin (2010: 109) mengungkapkan bahwa “Teknik Uji
Rumpang diterapkan dibidang bahasa sebagai proses pemahaman wacana yang
disertai dengan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada”. Kemampuan untuk
melengkapi kekurangan-kekurangan itu menunjukkan tingkat kemampuan berbahasa
seseorang.
Sejalan dengan pendapat ahli di atas Teknik Uji Rumpang dalam situs
http://www.sasked.gov.sk.ca/docs/francais/closur.html “la technique de closure est
présentée comme stratégie d'enseignement en immersion”, yang berarti bahwa
Teknik Uji Rumpang disajikan sebagai strategi pengajaran penghilangan kata.
Sementara itu dalam situs http://www.erudit.org, yaitu :
“La technique de closure est un outil pour mesurer l’effet de l’illustration sur
la compréhensions de textes. Ce technique consiste à présenter à la lecture un
texte où chaque n ieme (normalement : 5 ieme) mot est remplacé par un tiret. Le
lecteur doit compléter le texte en restituant les mots omis”.
27
Dari paparan tersebut, dapat diutarakan kembali bahwa Teknik Uji Rumpang
merupakan alat untuk mengukur hasil dari penjelasan mengenai pemahaman suatu
teks atau wacana. Teknik ini memperkenalkan bahan bacaan dimana setiap kata ke –n
(biasanya kata ke-5) digantikan dengan tanda garis penghubung. Dengan membaca
diharapkan dapat melengkapi teks atau wacana rumpang dari kata yang dihilangkan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, Teknik Uji
Rumpang merupakan teknik pembelajaran membaca dengan cara menghilangkan
sebagian kata-kata dari suatu wacana utuh untuk melatih daya tangkap pembaca
terhadap pesan penulis dengan cara memotong pola bahasa pada bagian-bagian yang
dilesapkan/dirumpangkan. Setelah itu, para pembaca dituntut mampu mengolahnya
menjadi pola yang utuh seperti wujudnya semula, dengan cara mengisi bagian yang
dirumpangkan. Kata-kata yang dihilangkan tersebut dapat dilakukan secara sistematis
dan konsisten, namun dapat juga tidak dilakukan secara sistematis dan konsisten
karena pertimbangan lain pun turut menentukan kriteria pengosongan, penghilangan
kata, misalnya penguasaan tata bahasa, seperti kata kerja, kata benda, kata depan, dan
sebagainya. Jarak penghilangan atau pengosongan kata berpengaruh terhadap tingkat
kesulitan suatu wacana, karena semakin banyak kata yang dihilangkan, maka semakin
sulit bagi pembaca untuk dapat memahami isi atau makna kalimat dari wacana
tersebut.
28
2.3.2 Fungsi Teknik Uji Rumpang
Berbicara mengenai fungsi Teknik Uji Rumpang, terdapat dua fungsi utama.
Mulyati dan Harjasujana (1997: 5) mengemukakan Teknik Uji Rumpang sebagai
berikut.
1) Mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana, yakni untuk:
(1) menguji tingkat kesukaran dan kemudahan bahan bacaan;
(2) mengklasifikasikan tingkat baca siswa, seperti membaca independen,
instruksional, atau frustasi; dan
(3) mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan kemampuan siswa.
2) Melatih keterampilan tertentu dan kemampuan baca siswa melalui kegiatan
belajar mengajar. Keterampilan-keterampilan tersebut meliputi:
(1) penguasaan unsur tata bahasa, misalnya: kata benda, kata kerja, kata depan,
kata sifat, dan lain-lain;
(2) penguasaan kosa kata dan maknanya;
(3) penguasaan struktur kalimat;
(4) pemahaman gaya penulis dan penulisan; dan
(5) pemahaman makna konteks.
Lebih lanjut Abidin (2010: 110) mengungkapkan bahwa,
“Teknik Uji Rumpang berfungsi untuk mengetahui tingkat penguasaan
komponen bahasa atau tingkat kemampuan berbahasa seseorang, seperti
penguasaan unsur tata bahasa, kosakata dan juga berfungsi untuk mengetahui
tingkat kesulitan suatu wacana”.
29
Dalam situs http://www.sasked.gov.sk.ca/closur.html mengemukakan pula
perihal yang sama mengenai fungsi dari Teknik Rumpang, yaitu:
1) observer les stratégies de lecture des élèves et les amener à développer des
stratégies de lecture équilibrées, c'est-à-dire à réfléchir aux divers indices
fournis par le contexte et à faire appel à leurs connaissances antérieures pour
interpréter ces indices; (memperhatikan strategi membaca siswa dan
mengarahkan mereka untuk mengembangkan strategi membaca yang sesuai,
dengan kata lain untuk berpikir dengan petunjuk yang diberikan sesuai
konteks dan mengingatkan kembali pengetahuan pribadi mereka untuk
mngalihbahasakan petunjuk yang ada)
2) amener les élèves à se servir du contexte pour lire des mots et en découvrir le
sens; et (mengarahkan siswa agar menggunakan konteks membaca kata-kata
untuk menemukan makna)
3) vérifier l'acquisition de vocabulaire et de structures spécifiques à un sujet, ou
encore la compréhension des concepts. (memperoleh kosakata dan struktur
khusus dari sebuah topik, atau pemahaman mengenai konsep)
Beberapa fungsi yang dikemukakan kedua ahli di atas pada dasarnya sama.
Dari semua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Teknik Uji Rumpang sebagai
alat untuk mengetahui tingkat penguasaan komponen bahasa, seperti penguasaan
unsur-unsur tata bahasa, dan juga berfungsi sebagai alat untuk mengukur tingkat
30
kelayakan suatu wacana. Dengan kata lain, guru dalam waktu yang relatif singkat
akan mengetahui tingkat keterbacaan suatu wacana. Teknik ini pun dapat digunakan
sebagai alat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan membaca siswa.
2.3.3 Kriteria Penggunaan Teknik Uji Rumpang
Taylor seperti yang dikutip oleh Mulyati dan Harjasujana (1997: 6)
menyatakan bahwa konstruksi wacana Uji Rumpang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) memilih wacana yang relatif sempurna yakni wacana yang tidak tergantung
pada informasi sebelumnya;
2) melakukan penghilangan kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan fungsi
kata-kata yang dihilangkan;
3) mengganti kata-kata yang dihilangkan tersebut dengan tanda garis lurus
datar yang sama panjangnya atau titik-titik;
4) mengingatkan siswa untuk berusaha mengisi semua delisi (penghilangan
kata) dengan pertanyaan-pertanyaan dari konteks atau kata sisanya; dan
5) menyediakan waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada
siswa dalam menyelesaikan tugasnya.
Untuk dapat melihat perbedaan kriteria penggunaan wacana rumpang yang
berfungsi sebagai alat ukur dan alat ujar, Mulyati dan Harjasujana (1997: 7) membuat
tabel kriteria pembuatan wacana rumpang.
31
Tabel 2.1
Kriteria penggunaan Teknik Uji Rumpang
Karakteristik Sebagai Alat Ukur Sebagai Alat Ujar
Panjangnya Antara 250-350 kata
pilihan
Wacana yang terdiri atas
maksimal 150 kata
Delisi (penghilangan kata) Setiap kata ke-n (biasanya
terletak pada urutan ganjil,
misalnya kata ke-3, 5, 7,
atau 9)
Secara selektif tergantung
pada kebutuhan siswa dan
pertimbangan guru
Evaluasi Jawaban berupa kata
persis sesuai dengan teks
atau wacana aslina
Jawaban boleh berupa
sinonim atau yang secara
struktur dan makna dapat
menggantikan kedudukan
kata yang dihilangkan
Tindak lanjut _ Lakukanlah diskusi untuk
membahas jawabanjawaban
siswa
Selain ditandai dengan penghilangan kata secara sistematis pada setiap kata
ke-n, format tes Uji Rumpang yang asli biasanya memuat butir-butir soal dalam
bentuk bagian-bagian yang dibiarkan kosong. Variasi terhadap format asli tersebut
telah dikembangkan dalam beberapa bentuk lain, seperti:
1) Tes Uji Rumpang yang dikerjakan dengan memilih salah satu jawaban
yang telah disediakan, yang merupakan gabungan dari format pilihan
ganda dan close. Ini dinamakan close pilihan ganda.
2) Tes Uji Rumpang yang dilakukan secara selektif, tidak mengikuti rumus
kata ke-n. Dengan cara ini kata-kata dihilangkan atas dasar kriteria
tertentu sesuai kebutuhan, misalnya semua kata depan, semua kata kerja,
dan sebagainya.
32
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan kembali bahwa, hubungan antar
bagian dalam wacana merupakan unsur yang penting. Selain adanya hubungan antar
bagian wacana dimungkinkan pula dipaparkannya suatu isi yang utuh dan tidak
terpisah-pisah. Penghilangan kata tidak dilakukan pada kalimat pertama dan terakhir
dari wacana yang digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang
lebih utuh tentang latar belakang dan akhir dari uji wacana yang sebagian besar
kalimatnya telah mengalami penghilangan kata, jadi kedua kalimat tersebut dibiarkan
utuh seperti adanya.
2.3.4 Penilaian Teknik Uji Rumpang
Penilaian terhadap isian rumpang ditetapkan dengan kriteria persentase.
Sampai saat ini para ahli menetapkan dua alternatif kriteria penilaian untuk
kemampuan siswa dalam mengisi bagian-bagian kata yang dihilangkan atau
dikosongkan. Pertama, penilai hanya membenarkan jawaban yang sama persis dengan
wacana asli. Kata atau jawaban lain yang tidak tepat, tidak dapat diterima meskipun
bila ditinjau dari sudut makna tidak mengubah maksud konteks yang dimaksud.
Kedua, penilai membenarkan jawaban atau kata yang dapat menggantikan kedudukan
kata yang dihilangkan, baik secara makna, maupun struktur tidak merusak konteks
kalimat yang bersangkutan (Mulyati dan Harjasujana, 1997:13)
33
Rankin dan Cushane dalam Abidin (2010: 111) menetapkan interpretasi hasil Uji
Rumpang sebagai berikut.
1) Jika rata-rata pembaca menjawab dengan benar kata yang didelisi di atas
60%, wacana tersebut tergolong wacana mudah.
2) Jika rata-rata pembaca menjawab dengan benar kata yang didelisi berkisar
antara 41%-60%, wacana tersebut tergolong wacana yang sedang.
3) Jika rata-rata pembaca menjawab dengan benar kata yang didelisi kurang
dari 40%, wacana tersebut tergolong wacana yang sulit.
Dilihat dari sudut bacaannya Teknik Uji Rumpang ini merupakan alat untuk
mengukur keterbacaan wacana. Berdasarkan pengklasifikasian terhadap pembacanya,
dengan patokan yang sama, dapat diklasifikasikan bahan bacaaannya. Untuk
klasifikasi skor pertama (di atas 60%) artinya wacana itu tergolong mudah, untuk
klasifikasi skor kedua (antara 41-60%) berarti wacana itu tergolong sedang, dan
untuk klasifikasi skor ketiga (kurang dari 40%) berarti wacana itu tergolong sukar.
Lebih lanjut Mulyati dan Harjasujana (1997: 14) mengungkapkan interpretasi
yang berbeda. Penetapan interpretasi hasil isian rumpang berpedoman pada ketentuan
berikut.
1) Perolehan hasil Uji Rumpang di atas 53,5% tergolong ke dalam tingkat
independen (mandiri atau bebas).
2) Pemerolehan hasil Uji Rumpang di antara 44,5-53,5% tergolong ke dalam
tingkat instruksional.
3) Pemerolehan hasil Uji Rumpang kurang dari 44% tergolong ke dalam
tingkat frustasi atau gagal.
34
Persentase skor tes Uji Rumpang tersebut dapat disajikan dalam tabel
berikut.
Tabel 2.2
Persentase skor Teknik Uji Rumpang
Persentase Skor Tes Uji Rumpang Tingkat Baca
Di atas 53,5%
Antara 44,5-53,5%
Kurang dari 44%
independen (mandiri atau bebas)
instruksional
frustasi atau gagal
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap tes Uji
Rumpang dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penilaian dilakukan atas dasar
kata yang tepat sama. Dalam cara ini hanya jawaban yang tepat sama dengan kata
yang dihilangkan dengan teks asli, dianggap benar. Kedua, penilaian didasarkan atas
ketepatan kontekstual. Dalam cara ini suatu kata dianggap sebagai jawaban yang
benar sepanjang kata itu mengacu pada konteks wacana secara keseluruhan.
2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Uji Rumpang
Disamping memiliki beberapa kelebihan, Teknik Uji Rumpang pun memiliki
kekurangan. Beberapa hal yang dipandang sebagai kelebihan dari Teknik Uji
Rumpang ini menurut Abidin (2010: 112) antara lain:
1) dalam menentukan keterbacaan suatu wacana, prosedur ini mencerminkan
pola interaksi antara pembaca dan penulis;
35
2) pengukuran keterbacaan dengan teknik ini, tidak dilakukan secara terpisah
antara teks dengan pembacanya. Dengan demikian, teknik ini bukan saja
digunakan untuk menilai keterbacaan, melainkan juga dipakai untuk menilai
pemahaman;
3) Teknik Uji Rumpang bersifat fleksibel. Dalam waktu relatif singkat, guru
akan segera mendapatkan informasi mengenai latar belakang kemampuan dan
kebutuhan siswanya; dan
4) dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, Teknik Uji Rumpang juga
mempunyai kekurangan antara lain:
1) validitas penggunaan teknik diragukan; dan
2) ketepatan pengisian bagian-bagian yang dihilangkan oleh seseorang belum
tentu atas dasar pemahaman wacana, melainkan didasarkan atas pola-pola
ungkapan yang telah dikenalnya.
Senada dengan pendapat ahli di atas, Mulyati dan Harjasujana (1997: 25)
mengungkapkan bahwa “kekurangan Teknik Uji Rumpang dikaitkan dengan
pemahaman tatabahasa, artinya siswa harus mengenali unsur-unsur tata bahasa yang
tepat sebagai bagian dari pemahaman terhadap suatu wacana yang lengkap”.
36
Dengan kata lain siswa dituntut untuk dapat memahami dan mengisi wacana
secara utuh dengan jalan menebak unsur-unsur tata bahasa yang harus ditempatkan
dalam bagian-bagian kata yang dihilangkan dalam wacana rumpang tersebut. Maka,
dapat disimpulkan bahwa ketepatan pengisian bagian-bagian yang dihilangkan oleh
seseorang belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap wacana tersebut,
melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang telah dikenalnya. Selain itu juga,
semakin banyak kata yang dihilangkan dari suatu wacana, maka semakin sulit pula
bagi siswa dalam menjawab, dan semakin kecil kemungkinannya untuk memperoleh
nilai yang baik.
2.4 Hasil Temuan Penelitian Sebelumnya
Berikut ini merupakan hasil penelitian yang sudah dilakukan peneliti
sebelumnya mengenai penggunaan Teknik Uji Rumpang dalam proses pembelajaran,
yaitu:
1) Hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswi jurusan pendidikan
bahasa Jerman FPBS UPI dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Teknik Uji Rumpang dalam Pengajaran Preposisi Bahasa Jerman di
SMA Kartika Siliwangi tahun ajaran 2007/2008” yang mengemukakan bahwa
melalui pembelajaran Teknik Uji Rumpang efektif dalam pengajaran preposisi
bahasa Jerman, karena terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang dapat dilihat
37
dari rata–rata sebelum tindakan adalah 62, setelah tindakan rata-ratanya adalah
79. (Octaviani, 2008:86).
2) Penelitian selanjutnya mengenai Teknik Uji Rumpang, dilakukan oleh Ai
Sabanah, dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Tingkat Pemahaman
Membaca Menggunakan Teknik Uji Rumpang Siswa Kelas V SD Cariwuh
Padakembang Tasikmalaya Tahun Ajaran 2003/2004”, dalam pembelajaran
bahasa Indonesia yang mengemukakan bahwa melalui Teknik Uji Rumpang telah
meningkatkan kinerja siswa baik pada proses maupun produk belajar, suasana
pembelajaran menjadi lebih komunikatif. (Sabanah, 2004:72)
2.5 Anggapan Dasar
“Anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya
diterima oleh penyidik” (Arikunto, 2002:58). Berdasarkan definisi tersebut maka
anggapan dasar dari penelitian ini adalah:
1) Teknik pembelajaran memiliki peranan penting dalam proses belajar
mengajar.
2) Teknik Uji Rumpang adalah salah satu teknik yang digunakan untuk
meningkatkan keterampilan membaca pemahaman wacana bahasa Perancis.
3) Diperlukannya berbagai macam teknik pembelajaran menarik yang variatif
untuk menarik minat siswa, yang memiliki kemampuan beragam dalam
pembelajaran.
38
2.6 Hipotesis
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan” (Sugiyono, 2010:96). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1) Teknik Uji Rumpang efektif digunakan dalam meningkatkan keterampilan
membaca pemahaman wacana bahasa Perancis siswa kelas XII Bahasa.
2) Terdapat perbedaan signifikan antara prates dan pascates menggunakan
Teknik Uji Rumpang.

About Unknown

Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.

1 komentar:


Top