Budaya
memang harus di lestarikan namun untuk melestarikanya kita membutuhkan
suatu komitmen dan rasa memiliki dalam diri seseorang individu. Budaya
pada dekade akhir-akhir ini merupakan suatu wacana memang jarang di
perbincangkan oleh banyak orang mengapa karena mereka mengangap bahwa
itu merupakan hal klasik dan merupakan suatu momok memalukan untuk diri
mereka sendiri. Mengapa mereka tidak mau meleatarikan budaya mereka ?
beberapa alasan yang mendasari mereka adalah:
Manusia adalah menjadikan budaya sebagai suatu momok yang memalukan.
Budaya bagi mereka tidak akan memberikan keuntungan dalam hidup mereka.
Budaya bukan bagian dari hidup mereka dalam aarti bahwa budaya bukanlah waktu buat merekan dalam konteks bahwa zaman modern.
Budaya hanya banyak berbicara masalah orang-orang kampung saja.
Budaya bukanlah milik mereka namun itu hanya milik orang kampung dll.
karena
budaya di miliki oleh setiap manusia dan pastinya berbeda. Budaya mee
adalah salah satu adopsi dari beberapa budaya dan tradisi yang terdapat
di pegunungan tengah papua masyarakat mee. Tujuan dari Suku mee sendiri
terbentuk dan ada di dunia adalah untuk menjaga dan melestarikan budaya
ini bukan menjadi pengikut budaya lain. Suatu tradisi akan muncul
ketika seseorang mendapat masalah atau problem dan bagaimana dia
mengahadapi dan memecahkan masalah tersebut. Maka cara orang itu
menyelesaikan masalah itu yang akan menjadi suatu tradisi dalam suku
tersebut. Maka jasanya itu akan dijadikan sebuah symbol dengan membentuk
sebuah ritual contohnya pesta yuwo (pesta emas) dengan pencipta pesta
ini atau seorang peternak babi dari kampung uwamani.
Siapa suku mee itu
Siapa
suku Mee itu? Suku Mee adalah salah satu suku dari 312 suku yang ada di
Papua. Suku Mee mendiami di wilayah Pegunungan Tengah Papua Bagian
Barat. Ciri khas wilayah suku Mee adalah di sekitar danau Paniai, danau
Tage, Danau Tigi, Lembah Kamu (sekarang Dogiyai) dan pegunungan Mapiha/
Mapisa. Namun, kini secara administrasi pemerintahan suku Mee berada di
sepuluh distrik dari Kabupaten Paniai dan empat Distrik dari Kabupaten
Nabire.
Arsitektur tradisional
adalah wujud suatu kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersama
dengan pertumbahan dan perkembangan suatu suku atau bangsa. Dalam
arsitektur tradisional Suku Mee Papua terkandung secara terpadu wujud
kebudayaan orang Mee seperti ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan-peraturann, pendangan hidup dan lain sebagainya.
Arsitektur tradisional
adalah wujud karya nyata leluhur. Namun yang menjadi pertanyaan adalah
apakah karya leluhur itu dapat di lestarikan atau dimusnahkan, karena
mengangap “kuno, kampungan, ketinggalan, dan tradisional?”. Arsitektur
tradisional merupakan suatu wujud kebudayaan yang bertumbuh dan
berkembang bersama dengan pertumbahan dan perkembangan suatu suku atau
bangsa mee itu sendiri. Dan merupakan wujud unsur kebudayaan yang bisa
diraba/ dilihat.
Dalam arsitektur
tradisional suku Mee Papua terkandung nilai-nilai budaya yang
diperlihatkan melalui karya arsitektur tradisional. Arsitektur
tradisional yang dapat kita lihat saat ini adalah hasil kesimpulan akhir
atas pengujian alami yang di lakukan oleh leluhur orang Mee. Selain
itu, yamewa merupakan kesimpulan dari apa yang dipikirkan oleh oleh Mee,
dan “diwujudkan” dibangun sebagai tanggapan terhadap sekumpulan kondisi
yang kadang-kadang hanya bersifat fungsional semata atau merupakan
refleksi sosial, ekonomi, politik, perilaku atau tujuan-tujuan simbolis.
Arsitektur tradisional suku Mee Papua
berikut ini adalah salah satu dari berbagai macam suku di Papua yang
memilki nilai-nilai, bentuk dan ukuran, serta ungkapan jiwa melalui
arsitektur yang sangat berbeda. Tulisan berikut ini adalah salah satu
suku mee yang berhasil dihimpun melalui suatu penelitian “survei” pada
beberapa waktu laktu lalu. Dalam penelitian “survey” yang berjudul
“Studi Tipologi dan Kearifan Arsitektur Tradisional Suku Mee Papua” itu
berhasil dikumpulkan data dan fakta di lokasi penelitian yang dimaksud.
Pada akhirnya menemukan beberapa tipe arsitektur tradisional yang
dimiliki oleh suku Mee Paniai Papua yang di bahas berikut ini.
Tulisan berikut ini
merupakan gambaran umum daripada hasil penelitian itu, yang di bahas
dari sudut pandang arsitekturnya saja. Untuk, itu pembahasan yang lebih
mendalam lengkap dengan kajian filosofi, antropologi budaya, sosial, dan
lain sebagainya kita akan bahas di waktu dan lain tempat waktu-waktu
yang akan datang.
1. Tipologi arsitektur rumah tradisional
Ada
7 (tujuh) Tipe arsitektur rumah tradisional diantaranya adalah (1) Yame
Owa Secara harafia Yame artinya laki-laki Owa artinya rumah. Yame Owa
artinya (Rumah tinggal laki-laki). Rumah ini dibangun untuk tempat
tinggal laki-laki dalam suatu kampung. Semua bangunan (Yame Owa) yang di
bangun dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Fungsi rumah Yame Owa
bukan hanya merupakan suatu tempat tinggal laki-laki. Tetapi dalam rumah
ini terjadi berbagai macam aktivitas yang perlu dilakukan oleh
laki-laki secara turun-temurun. Selain sebagai tempat tinggal laki-laki,
Yame owa adalah pusat komunikasi dan informasi aktual, tempat
menyelesaikan persoalan (perang, maskawin), tempat menyimpang alat-alat
perang (panah) pusat pembuatan alat perkebunan dan alat kesenian. Dan
tempat mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan nasehat bagi semua
laki-laki sejak usia 4/5 tahun.
Tidak ada ukuran standar
yang diturunkan oleh nenek moyang. Tetapi dibangun dengan perkiraan
atas kebutuhan akan ruang dan penghuni. Cara menentukan ukuran bangunan
adalah dengan mengukur dengan tangan (jari-jari) atau kaki. Cara lain
adalah memperkirakan dengan ukuran tinggi manusia dengan tinggi
bangunan. Ukuran bangunan ini, yang telah dibangun adalah Panjang
±350cm. Lebar ±300cm. Tinggi lantai ±60cm. Dinding±150-200cm. Kemiringan
Atap ±150-300. Ketinggian atap ±100-130cm.
Bahan bangunan yang
dipakai pada Yame Owa adalah untuk penutup atap menggunakan kulit kayu.
Panjang pohon ini diperkirakan sekitar ±30.000cm-50.000cm. Diameter
pohon ini sekitar 30 – 70 centi meter. Ketebalan kulit kayu ini adalah
0,3 cm. Panjang ukuran yang sering dipakai untuk penutup atap adalah ±
60 - 200 cm. Panjang ini bukan standar yang dipakai, namun ditentukan
serat pohan itu sendiri.
Jenis bahan yang di
pakai untuk struktur bangunan adalah berupa tiang-tiang pancang. Pada
dinding bangunan mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan pertama dinding
luar mengunakan tiang-tiang, lapisan kedua kulit kayu dan lapisan ketiga
menggunakan papan cincang. Bahan yang dipakai untuk lantai terdiri dari
tiang pondasi panggung, balok induk (mutaidaa), balok anak (yokaa
mutaida), deretan kayu buah yang berukuran kecil yang di ikat dengan
balok anak. (katage). Selanjutnya adalah lapisan paling atas yaitu kulit
pohon kelapa hutan. (tibaa).
1. Yagamo Owa
,
secara harafia kata Yagamo artinya perempuan Owa artinya rumah, Yagamo
Owa artinya (Rumah tinggal perempuan). Fungsi rumah Yagamo Owa bukan
hanya merupakan suatu tempat tinggal bagi perempuan, tetapi dalam rumah
ini terjadi berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh perempuan
secara turun-temurun. Selain sebagai tempat tinggal perempuan, fungsi
lain dari Yagamo Owa adalah pusat komunikasi dan informasi aktual, serta
tempat proses belajar bagi anak-anak perempuan. Tempat menyimpang
alat-alat perkebunan (yadokopa), pusat pembuatan alat penangkap ikan.
Ukuran bangunan Yagamo
Owa, adalah panjang 350cm. Lebar 300cm. Tinggi lantai ±60cm. Dinding
±150- 200 cm. Kemiringan atap ±150-300. Ketinggian atap ±100-130cm.
Bahan bangunan yang
dipakai pada Yagamo Owa, untuk penutup atap menggunakan daun pandang dan
alang-alang serta beberapa jenis bahan penutup atap lainnya. Penggunaan
jenis bahan penutup atap ini disesuaikan dengan ketersediaan bahan di
sekitarnya. Pada umunya, bahan penutup atap Yagamo Owa adalah yage dan
widime. Kedua jenis bahan ini mampu bertahan sampai berpuluhan tahun.
Secara struktural bangunan, Yagamo Owa hampir sama dengan Yame Owa.
Namun, yang membedakan adalah pada ornamen-ornamen san bahan yang
digunakan.
2. Tii-Daa Bega Owa (Rumah Honai)
secara harafiah tii-da bega owa artinya sebuah bangunan yang membentuk gunung yang mempunyai ujung yang tajam. Fungsi
bangunan ini adalah dua yaitu difungsikan untuk tempat tinggal
laki-laki dan tempat perempuan. Selain itu fungsi lain adalah tempat
menyimpan barang-barang berharga dari laki-laki ataupun perempuan. Lokasi
bangunan ini berada di kampung-kampung, namun jarang di bangun dengan
alasan bahwa rumah honai adalah rumah adat suku Dani (Wamena). Tetapi
ada perbedaan yang dapat dilihat adalah ketinggian bangunan. Dimana
bangunan rumah honai suku mee lebih tinggi dari pada dani (wamena). Bahan
yang digunakan untuk memdirikan banguan ini adalah sama dengan bangunan
lain yang ada di suku mee. Tetapi pada bagian penutup atap menggunan
alang alang. Selain itu pada rangka atap banyak menggunakan kayu buah.
Pada setiap dinding hanya mengunakan satu lapisan dinding. Sehingga pada
malam hari terjadi kedinginan.
Ukuran bangunan ini
adalah tinggi lantai 60cm, tinggi dinding 150-200cm, tinggi atap ±
100cm, lebar ± 250-300cm, panjang ± 250- ±300m. Bentuk bangunan ini sama
dengan lingkaran dengan besar diameter ±250-300cm.
3. Yuwo Owa
secara
harafiah dapat diartikan bahwa Yuwo artinya pesta Owa artinya rumah,
sehingga rumah ini sering disebut rumah pesta adat suku Mee. Bila
dipandang dari segi aktivitas dalam rumah ini, memiliki banyak “nama”.
Aktivitas yang dilakukan pada saat puncak pelaksanaan pesta adat,
sebelum aataupun sesudah sangat berfariasi.
Fungsi bangunan ini
adalah pertama, tempat melakukan jual-beli dengan cara balter dan uang
tradisional (kulit kerang). Kedua, tempat mencari jodoh, saat melakukan
pesta adat laki-laki dan perempuan saling tukar gelang atau kalung
sebagai tanda ungkapan cinta. Ketiga, tempat hiburan malam. Satu minggu
satu kali mereka tentuykan sebagai malam hiburan, untuk mengekspresikan
seni tari maupun seni suara dalam rumah ini. Untul mendirikan rumah ini
perlu pertingan secara matang. Bangunan ini adalah bangunan yang paling
besar yang dibangnun oleh suku Mee.
Ukuran bangunan ini
adalah tinggi lantai ±40cm, tinggi dinding ±200cm, tinggi atap 150cm,
lebar bangunan 1.300cm, panjang bangunan ± 2.100cm.
Bahan yang digunakan
untuk mendirikan bangunan ini adalah sama dengan bahan bangunan lainya.
Tetapi pada bagian penutup atap menggunakan daun pandang. Selain itu
pada rangka atap banyak menggunakan tiang-tiang. Pada setiap dinding
hanya mengunakan satu lapisan dinding (papan cincang). Sehingga pada
malam hari terjadi kedinginan. Bentuk banguan ini sama dengan lain yaitu
persegi empat.
4. Daba Owa (Rumah Pondok)
secara
harafia kata Daba artinya Daba kecil Owa artinya rumah, Daba Owa
artinya (Rumah pomdok kecil). Rumah pondok di bangun di kebun hutan.
Fungsi rumah Daba Owa
bukan hanya merupakan suatu tempat istirahat pada siang hari, tetapi
dalam rumah ini terdapat banyak fungsi yang meliputi pertama, tempat
masak-masak hasil kebun. Kedua, tempat menyimpan kampak/ parang,
alat-alat perkebunan, dan alat-alat perburuan. Ketiga, tempat berlindung
dari hujan dan panas sinar matahari. Keempat, tempat menjaga binatang
liar agar tidak mencungkil tanaman.
Ukuran bangunan Daba
Owa, adalah panjang ±250cm. Lebar ±200cm. Tinggi dinding ±150-200cm.
Kemiringan atap ± 150-300. Ketinggian atap ± 100-130cm.
Bahan bangunan yang
dipakai pada Daba Owa, untuk penutup atap menggunakan daun
pandang,alang-alang dan kulit kayu. Penggunaan jenis bahan penutup atap
ini disesuaikan dengan ketersediaan bahan di sekitarnya. Secara
struktural bangunan, Daba Owa tidak sebanyak lapisan seperti Yame Owa
dan Yagamo Owa. Struktur dinding Daba Owa hanya satu lapisan. Deretan
tiang-tiang yang membentuk dingding ini, juga berfungsi sebagai struktur
utama bangunan ini.
5. Ekina Owa (Kandang Babi)
Babi
merupkan jenis binatang piaraan yang sangat berharga dalam kehidupan
suku Mee. Sehingga untuk menjaga agar babi itu tetap hidup dalam kandang
yang aman dan nyaman maka dibangun sebuah rumah (kandang) sendiri. Bagi
orang Mee babi merupakan salah satu penentu status sosial dalam
kehidupan masyarakat, yang sering disebut tonawi. Seseorang bisa
dikatakan tonawi karena dia memiliki kekayaan (babi banyak) dan
mempunyai istri yang banyak serta mempunyai atau mengetahui hal-hal
mistik.
Fungsi rumah ini adalah
tempat tinggal/ kandang babi. Menurut cerita mitos, manusia (orang mee),
hidup bersama dengan ekina dalam satu rumah. Sekarang lokasi rumah ini
berada di pingir atau di dekat rumah laki-laki atau perempuan. Jarak
antara rumah tinggal dengan ekina owa di batasi oleh pagar (wee eda).
Ukuran bangunan ini adalah sekitar 1-2 meter, ukuran ini sangat
berfariasi. Dan di tentukan oleh jumlah babi yang di milikinya.
Bentuk bangunan ini sama
dengan bentuk-bentuk bangunan lain, yaitu persegi empat. Pada atap
bangunan menggunan bentuk atap pelana, tetapi hanya sebagian.
Bahan-bahan yang di
pakai untuk membangun rumah ini meliputi untuk struktur utama dan
pendukung adalah kayu. Bahan penutup atap adalah kulit kayu dan
alang-alang. Untuk pengikat antara struktur utama, pendukung maupun
penutup adalah rotan dan beberapa jenis tali.
6. Bedo Owa (Kandang Ayam).
Orang
Mee sampai saat ini meyakini bahwa ayam merupakang binatang piarahan
pendantang, karana belum terdapat di daerah Paniai. Namun demikian, pada
saat ini yaitu sekitar tahun 1970-an ayam dipelihara sebagai salah
pemberi protein bagi tubuh manusia. Ayam hadir di daerah atas bantuan
pemerintah dan di bawah dari luar daerah ini.
Sesuai dengan nama rumah
ini, fungsinya adalah kandang ayam. Dalam rumah ini orang Mee
memelihara ayam. Ayam-ayam akan tinggal dalam rumah ini hanya pada malam
hari. Karena pada siang hari ayam-ayam tersebut berkliharaan di pinggir
rumah atau kebun dekat ruamh tinggal. Sistem pemeliaraan ini memberikan
kesempatan pada burung-burung pemakan daging misalnya elang untuk
membunuh anak ayam.
Saat ini orang Mee
mengetahui dan membedahkan bagaimana mendirikan sebuah rumah untuk
kandang ayam ataupun bebek, atau jenis binatang piaraan lainya. Akan
tetapi sampai saat ini belum mengenal cara dan sistem pemeliharaan yang
baik dan benar.
Bentuk bangunan ini sama
dengan bentuk-bentuk bangunan lain, yaitu persegi empat. Pada atap
bangunan menggunan bentuk atap pelana, tetapi hanya sebagian. Ukuran
kandang ayam ini, memiliki panjang ±200cm, lebar ±200cm.
Bahan-bahan yang di
pakai untuk membangun rumah ini meliputi untuk struktur utama dan
pendukung adalah kayu. Bahan penutup atap adalah kulit kayu dan
alang-alang. Untuk pengikat antara struktur utama, pendukung maupun
penutup adalah rotan dan beberapa jenis tali.
2.Tipologi Arsitektur Pagar Tradisional
Pagar merupakan suatu
elemen arsitektur yang di gunakan untuk melindungi kenyamanan dalam
rumah maupun kebun. Ada dua fungsi utama pagar bagi orang Mee adalah;
pertama memagari rumah tinggal entah itu rumah tinggal laki-laki atau
rumah tinggal perempuan. Kedua mengelilingi kebun agar babi atau pencuri
tidak masuk kedalam kebun.
Babi merupakan binatang
piarahan yang berharga, cara memelihara babi (orang Mee) adalah malam
hari di masukan kedalam kandang (ekina owa). Tetapi pada siang hari
dibiarkan untuk berkeliaran di sekitar kebun atau rumah. Orang Mee
hingga saat ini masih belum mengenal cara memelihara ternak secara
moderen (dalam kandang).
Sistem pemeliharaan babi
seperti ini membuat orang Mee, harus berpikir untuk membuat pagar, agar
makanan dalam kebun tetap tumbuh dengan baik, tanpa gangguan dari
binatan liar, terutama babi (ekina).
Ada tiga jenis pagar
yang di buat oleh masyarakat suku Mee yang di bedakan menurut bentuk,
kualiatas bahan yang digunakan, ukuran, dan cara pembuatan dari setiap
pagar yang ada diantaranya;
1. Wee eda
adalah
pagar ini di tanam secara vertikal. Secara kualitas bahan, bila di
banding dengan kedua jenis pagar, maka pagar ini memiliki kualitas yang
cukup tinggi. Pemilihan jenis pohon untuk pagar ini tidak sembarang.
Telah di tentutukan beberapa jenis pohon untuk membuat pagar. Jenis
pohon yang pakai untuk membuat pagar ini antara lain, Yewo (kayu besi),
Digi/ Didame, Obai, Duigi, Amo.
Selain kualitas bahan
yang memiliki tingkat ketahanan yang cukup lama, pagar jenis ini juga
sumber pendapatan uang (mege). Apabila suatu pohon ketika di tebang atau
di belah keras maka jenis pohon ini memiliki kualitas ketahanan yang
baik.
Pagar ini berfungsi
sebagai, pertama pembatas tanah leluhur/ kebun, kedua pembatas rumah
dengan rumah, ketiga mengelilingi kebun agar babi tidak mencungkil
makanan. Keempat mendirikan kandang ayam (bedo owa) atau babi (ekina
owa).
Lokasi pagar ini
biasanya di dataran rendah, terutama untuk kebun-kebun di sekitas rumah.
Untuk kebun hutan (kebun yang di buat dengan membersikan, menebang
pohon disekitarnya) jarang di gunakan jenis pagar ini. Umumnya pagar ini
di gunakan untuk memagari rumah dengan kebun di sekitar rumah yang
terdapat banyak keliaran babi di sekitarnya.
(2) Petu Eda (Pagar Horinsontal)
Secara
kualiatas bahan pagar ini masig lebih rendah dibanding wee eda. Tidak
tahan lama, karena menggunkan kualitas bahan rendah. Ukuran pagar
lebar±2cm, panjang ±200-300cm. Bentuk pagar ini adalah merupakan susunan
papan yaang disusun dari bawah keatas. Papan-papan ini diikat pada
pagar yang ditanam secara vertikal. Pagar ini muda di buat, sehingga
waktu pengerjaan membutuhkan waktu relatif singkat.
Pagar ini, dibuat pada
lokasi tertentu yang ditentukan dari lingkungan sekitrarnya. Misalnya,
kebun hutan (bukit), lembah. Pemilihan pagar jenis ini, yang digunakan
pada kebun hutan dan lembah dengan pertimbangn. Pertama, mudah mendapat
bahan untuk membuat pagar. Kedua, jenis pagar yang bersifat sementara.
Ketiga muda disesuaikan dengan kontur tanah. Keempat, proses pengerjaan
dan pembuatan yang muda dan gampang.
(3) Tege Eda (Pagar Tiang)
.
Pagar jenis ketiga yang dibuat oleh masyakat suku Mee adalah tege eda.
Secara kualitas bahan, serta ketahanan terhadap iklim sekitar sangat
relatif singkat. Bahan pembuatan pagar ini, diambil dari kayu yang masih
muda (baru tumbuh). Masyarakat Papua menyebut kayu buah.
Pagar ini digunakan
untuk mengelilingi kandang ayam. Tetapi, biasa digunakan untuk
mengelilingi kebun atau rumah. Ukuran ketinggiannya lebih tinggi.
3.Tipologi Arsitektur Jembatan Tradisional.
(1) Goo Koto
(Jembatan
Gantung). Jembatan ini merupkan jmbatan sangat panjang. Fungsi jembatan
ini adalah menyebragi ke kebun hutan atau luar kampung. Bentuk jembatan
ini adalah model jembatan gantung. Namun yang menjadi persoalan atau
bahaya adalah ketika menyebrang jembatan ini jatuh, maka manusia
tersebut tidak di selamatkan, karna hanyut dalam air.
(2) Koma Koto,
(Jembatan
Model Perahu). Disebut jembatan model perahu karana bentuk dan cara
pembuatan jembatan ini seperti perahu tradisional. Panjangnya jembatan
ini ditentukan dari besar kecilnya kali atau sungai. Membuat jembatan
ini, di buat di hutan seperti perahu tradisional. Kualitas bahan (kayu
yang dipakai) adalah kayu besi (yeewo piya. Jenis kayu ini adalah salah
satu jenis kayu yang kuat dan besar. Panjang satu pohon mencapai
70-100meter.
(3) Tege Koto
(Jembatan
Tiang). Tege koto, artinya jembatang tiang karena hampir semua kayu
yang dipakai adalah tiang. Bahan-bahan untuk membuat jembatan ini
dipilih beberapa jenis kayu berdasarkan kuliatas kayu. Kayu yang
digunakan untuk jembatan ini adalah amoo piya, digi piya, yegou dan
beberapa jenis kayu yang dianggap kuat dan bertahan terhap air.
Pada zaman dulu,
pengikat antar tiang-tiang pada struktur utama, tiang penyangga maupun
struktur pendukung adalah tali. Jenis tali yang dipilih adalah rotan dan
beberapa jenis tali laninnya. Sesuai degnan perkembangan zaman, saat
dapat sangat terlihat beberapa rumah pagar dan jembatan menggunkan paku
dan kabel atau kawat besi.
(4) Piyauti Koto
(Jembatan
Darurat), Jembatan ini di buat pada saat air sungai pasang. Letak
jembatan ini adalah di hutan karena memang di gunakan hanya untuk
menyebrang saat air sungai banjir. Jembatan ini juga model perahu, namun
bisa dikatakan jembatan darurat sebab sering terjadi banyak banjir saat
musim hujan.
jadi Bahwa arsitektur
adalah simbol yang mencerminkan dasar hidup manusia. Arsitektur
tradisional suku Mee adalah SIMBOL PEMERSATU ide, perasaan, perbedaan
pandangan. Suku Mee memandang Arsitektur tradisional adalah tempat dan
hasil budaya . Di situ mereka memaknai setiap fenomena alam dan
masyarakat yang dihadapi dalam proses hidupnya.
Pembentukan ruang pada
arsitektur Suku Mee terjadi dengan memertimbangkan tradisi masyaraakat
dan penggunaan bahan-bahan lokal. Karena itu arsitektur suku Mee adalah
salah satu contoh timbal balik antara alam dan budaya manusianya (nature
and culture) yang bagus. Hal ini perlu dikemukakan karena, perkembangan
mutakhir, arsitektur tidak lagi meningindahkan tradisi dan bahan,
bentuk lokal sehingga banyak darinya kehilangan identitas.
Tingkat kesejateraan dan kemakmuran suku mee
Kesejahteraan
dan kemakmuaran suatu bangsa dan etnis pada masa primitive tergantung
dari manusia dalam arti bahwa seseorang jika ingin menajadi makmur maka
seseorang memiliki sikap.
Mempunyai kemauan yang keras dalam diri orang mee.
Selalu berusaha keras memenuhi kebutuhan dengan cara-cara yang halal
Tidak muda putus asa dengan mudah dan begitu saja.
Siap mengambil resiko jika terjadi masalah pada usaha yang dimiliki contoh gagal panen.
Selalu mencari peluang dan jalan keluar untuk pengembangan dan kemajuan usaha mereka.
Menjadi manusia yang memiliki rasa miliki akan budayanya sendiri dan melestarikan dengan dasra bahwa budaya adalah landasan.
Selalu bersyukur atas pemberian yang diberikan tuhan (ugatame).
Menjadi berkat buat orang lain dalam arti bahwa memunculkan dalam hidup berkeluarga yaitu kasih yang di munculkan.
Tidak sombong dan rendah diri.
Memang
tanah besar papua mempunya kekayaan alam yang begitu menjajikan.
Didalam daerah orang sendiri terdapat kekayaan alam yang begitu
berlimpah dan menjanjikan pula. Namun daerah mee sediri menurut kata
orang tua bahwa “tanah itu hidup” dimana dikatakan anah itu hidup karena
tanah adalah sumber segala sesuatu dan asal manusia berasala dari tanah
maka tanah itu harus di hormati dengan cara melestarikan dan tidak
membiarkan hutan gundul. Tanah orang mee menurut mereka adalah tanah itu
dimiliki bukan hanya mereka saja melaikan dimilii oleh orang lain pula .
sekarang muncul satu pertanyaan siapa itu orang lain yang mereka
maksud. Orang lain yang mereka maksud adalah orang –orang yang mempunyai
tanah itu “tuan tanah” (makipuwee)dan orang lain yang menjaga hutang
dengan dunia mereka sendiri yaitu abe (perempuan setan),tameyai (setan
terbang), yimiyo(setan rupa manusia), itu merupakan 3 komponen bersatu
namun manusia mee dan 3 dunia gaib tersebut adalah satu dalam bentuk
lingkungan fisik mereka. Kemakmuran dan kesejateraan bangsa mee di
tentukan oleh mereka sendiri. Manusia mee akan makmur jika dia selalu
mengikuti beberapa sifat yang sudah ada diatas di tambah dengan
nilai-nilai hidup.beberapa nilai hidup mee adalah :
mogo kou ugatame-ugatame tetai (jangan menyembah berhala)
ikepa yoko ugatame beu (jangan ada padamu allah lain)
ugatame eka itopa teyabatai (jangan menyebut tuhan allahmu dengan sembarang).
Daa nago yuwii (kuduskanlah hari sabat)
Aku kai akaitai ya mana eyuwai (hormatilah ayah dan ibumu)
Oma teyamoti (jangan mencuri)
Puyamana tewegai(jangan bersaksi dusta)
Mogai tetai (jangan bersinah)
Okeiya agiyo aniya-aniya tetai
Kesepuluh
nilai-nilai hidup diatas harus dijadikan landasan atau pondasi hidup
dalam melangkah ke depan dalam mencari hidup yang lebih baik. Tujuan
dari sepuluh perintah allah adalah sebagai suatu pedomaan hidup untuk
berkarya di bumi ini. Sebagai manusia pastinya setiap individu di bumi
ini juga ingin sejahtera dan makmur di dalam kehidupan. Suku mee sendiri
adalah salah satu tipe suku yang nomaden dulu namun sejak mereka
menetap di paniai maka disalah mereka merasakan susah dan senang hidup
ini yang selama itu mereka belum pernah rasahkan mengapa karena selama
mereka masih dikatan sebagai suku yang nomaden berartti bahwa seluruh
kehidupan mereka tergantung pada alam yang mana mereka mencari kebutuhan
sehari-hari lansung dari hutan dimana mereka bisa dikatakan bahwa
makanan yang mereka makan bukan olahan dan tidak memiliki bahan kimia
lain yang menyebabkan suku mee sendiri mempunyai umur yang cukup lama.
Pada zaman modern ini penduduk papua khusus manusia mee masih dikatakan
berada dibahwah standar hidup yang rendah yang mana mereka untuk
mencari sepiring nasi untuk sehari saja susah pada hal tanah besar ini
kaya akan kekayaan alam yang begitu menjajikan. Namun sekarang yang
menjadi pertanyaan adalam mengapa masih ada orang papua yang berada
dibawah standar hidup yang rendah. Beberapa indicator kemakmuran di
tanah papua adalah :
Table social Indicators
2007
Penduduk miskin
|
Indek pembangunan
Manusia
|
Sumber penerangan
Listrik (%)
|
Akses air bersih
|
40.78
|
63.41
|
46.36
|
38.44
|
Jadi dari table diatas dapat kita lihat bahwa papua merupakan suatu pulau yang kaya, dari “KATA ORANG”
bahkan kita sendiri bisa melihatnya dengan mata telanjang bahwa
kekayaan kita tersebut ada dimana-mana dan dalam rupa apa saja baik itu
emas, tambang minyak, air bersih yang dihasikan hutan dan hasil hutan
lainya. namun disini saya mau katakan bahwa pemerintah harus bekerja
keras demi menjamin kesejateraan masyarakat ini karena dari table ini
sangat tampak bahwa sebagaian kecil dari masyarakat papua yang
meningkmati kekayaan alam papua namun itu juga secara tidak sempurna.
Dari table diatas dapat kita lihat bahwa 40,78% masyarakat papua berada
dibawah standar hidup atau berada dibawah standar hidup yang
memperhatikan. dimana itu bisa dikatakan bahwa mereka mencari makan pun
susah. Sekarang jika kita bandingkan dengan indeks pembagunan manusia
atau pembagunan sumber daya manusia itu sudah 63,41% dan jika kita
bandingkan dengan dengan penduduk miskin maka kira-kira 2.59% manusia
papua yang sudah berpendidikan dan belum mendapatkan pekerjaan yang
tetap. jadi itu berartri bahwa pemerintah provinsi papua tidak
memberikan peluang dan kempatan kepada generasi papua untuk berkarya
diatas tanahnya sendiri mengapa demiakian ? karena pemerintah provinsi
papua tidak membuka lapangan pekerjaan yang baru yang cocok untuk
mereka. Sekarang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu dari table
diatas terdapat sumber penerangan sebesar 46,36% dan akses air bersih
38,44% itu berarti bahwa 54,64% penduduk papua tidak memakai penerangan
yang mana sekarang dipapua sudah ada dana otonomi khusus yang cukup
besar namun banyak masyarakat pula yang tidak mengunakan aliran listrik
untuk menerangi rumah mereka. Disini masalah air bersih juga menjadi
masalah yang sangat besar untuk masyarakat papua dan menjadi suatu
pekerjaan rumah yang mau tidak mau perlu di tuntaskan tahap demi tahap
untuk memberikan suatu kesejahteraan merata. Dalam hal ini air bersih
adalah kebutuhan pokok rumah tangga yang perlu di tuntaskan dimana jika
kita lihat, maka terdapat kira-kira 61,56% penduduk papua yang tidak
mengunakan air bersih untuk kebutuhan konsumsi mereka tiap harinya.
Sekarang kita akan lihat berapa besar banyak manusia papua yang sedang
diberdayakan dan berapa banyak manusia papua yang masih buta huruf.
Dengan dimikian diatas dapat kita ambil pendapat baru bahwa ini
semuncul dari kesalahan transpofasi bahasa alkitab ke dalam bahasa
budaya dengan contoh konkrit adalah pikeda. Dimana seiring dengan
perkembangan zaman yang begitu menjajikan dengan banyaknya peluandan
yang cukup banyak dan kesempatan untuk bekerja namun disini dari itu
sebuah ancaman dan worning yang diantaranya adalah sebagai berikut
Ancaman genoside
Ancaman
masuknnya budaya baru daari luar yang mengacurkan (breaking down)
budaya asli (original) yang ada di dalam suku-suku di papua khussunya
suku mee.
Ancaman
dari dunai IPTEK adalah manusia dipaksa untuk mengetahui mengetahui
suatu ilmu pasti dan alam dengan tidak memikirkan baik buruknya masalah
itu sendiri.
Masalah ini juga berasal dari IPTEK yaitu pornografi.
Dan ada juga masalah lain yang mengahambat pertumbuhan SDM dalam budaya ini adalah
Factor kesalah fahaman budaya
Factor ini bisa muncul sebab seorang tidak di didik melalui budaya
Tinjauan Cultural suku Mee sebagai langkah menuju preventif
Manusia
cenderung untuk mengembangkan, aspek-aspek kehidupannya, sampai
mencapai suatu derajat kehalusan atau kompleksitas tertentu. Kemampuan
manusia untuk melakukan hal itu, kadang-kadang menutupi kenyataan, bahwa
mungkin manusia menghadapi masalah-masalah dasar yang harus diatasinya,
apabila dia ingin mempertahankan eksistensinya. Masalah-masalah
tersebut tidak hanya menyangkut eksistensinya secara fisik, akan tetapi
juga secara sosial. Unsur-unsur dasar dari kehidupan sosial adalah
syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi, demi eksistensinya suatu
kehidupan sosial. Unsur-unsur dasar tersebut merupakan kondisi-kondisi
yang harus dipelihara dan dikembangkan, agar kehidupan sosial dapat
bertahan.
Untuk
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, manusia mengembangkan
pola-pola perilaku yang dapat dianggap sebagai bentuk-bentuk dasar dari
organisasi sosial. Pola-pola tersebut antara lain, mencakup
adat-istiadat yang paling sederhana sampai pada hal-hal yang relatif
kompleks. adat-istiadat (custom) atau secara alternatif sering disebut juga kebiasaan (folkways)
merupakan istilah yang menunjuk perilaku yang khusus dan
distandarisasikan yang merupakan kebiasaan bagi penganut-penganut suatu
kebudayaan tertentu. Seperti yang dikatakan oleh Edwar Tylor
(1832-1917), bahwa “kebudayaan (klasik) adalah setiap hasil perilaku
manusia yang kemudian diajarkannya kepada generasi-generasi berikutnya
yang pada gilirannya mengakumulasikan serta mentransmisikan
pengetahuannya.Pengertian tersebut dapat diterapkan pada suatu perilaku
yang secara relatif, sederhana misalnya, memberi salam kepada seorang
sahabat, sampai pada peristiwa-peristiwa yang agak kompleks seperti,
misalnya perkawinan, upacara adat, dan lain-lain”.
Hubungan
antara pola-pola adat-istiadat dalam suatu masyarakat biasanya
terorganisasikan sedemikian rupa sehingga berkaitan dengan
masalah-masalah atau tujuan-tujuan tertentu. Pola atau perangkat
adat-istiadat tertentu, dinamakan peranan (role).
Peranan berhubungan erat dengan harapan-harapan mengenai
perilaku-perilaku yang dianggap pantas. Peranan-peranan tertentu
bersifat terbuka dan dapat diberikan kepada setiap warga masyarakat.
Sehingga dapat dijadikan suatu tolok ukur berdasarkan pendapat Edwar Tylor,
yang menyatakan bahwa kebudayaan/peradaban merupakan kompleks
menyeluruh yang mencakup, pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adat-istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia
sebagai warga dari suatu masyarakat.
Perkembangan perubahan kebudayaan suku Mee
Nama
yang diturunkan oleh leluhur suku adalah Mee. Mee berarti orang-orang
yang telah dipenuhi dengan akal budi yang sehat; dapat berpikir secara
logis; dapat membedakan suku ini dari suku yang lain; dapat membedakan
barang miliknya dengan milik orang lain; daerah garapannya dengan
garapan milik orang lain; dan dapat mentaati amanat-amanat yang
diwariskan oleh leluhur, dan amanat yang paling utama yang dilarang
adalah hal perzinahan. (Asmara Adhy, 1980:71). Suku Mee dikenal sebagai “petani” ubi jalar, talas, sayur-mayur, tebu dan buah-buahan. (Slamet Ina E., 1964:35). Kedua hal ini menjadi fokus tinjauan perkembangan kebudayaan suku Mee pada masa kini.
Ada
sedikitnya pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sebagai tolok ukur
dan bahan analisis agar pemahaman kita dapat tertuju pada tujuan pokok
penulisan judul opini, yaitu:
Mengapa
suku Mee sekarang tidak dan jarang melakukan pesta budaya “yuwo” yang
pada masa-masa lalu ini merupakan kegiatan tradisi suku Mee?
mengapa
orang Mee sekarang tidak kenal daerah-daerah yang dikeramatkan oleh
leluhur/orang tua untuk terus dilindungi tetapi yang terjadi adalah
dibongkar untuk membuat kebun, rumah dan atau kandang ternak?
Mengapa
orang Mee sekarang tidak lagi memegang dan atau menyimpan benda-benda
keramat dan benda-benda antik?; yang dulunya oleh leluhur kita
menggunakan itu untuk mengatur dan mempertahankan hidup yang baik.
Mengapa
orang Mee sekarang pada usia remaja bisa pacaran dengan romantis
hingga pada etape erotisme yang susah dikendalikan? Padahal, dahulu hal
demikian disebut mogaii dan sangat tabu dilakukan oleh suku Mee karena
peranan tradisi adat-istiadat yang kuat dan baik sehingga sangat
ditakuti untuk dilakukannya.
Mengapa orang Mee sekarang jarang menanam ipoo untuk koteka, Tawa (rokok)? Padahal, kedua tumbuhan ini sangat diperhatikan oleh kaum lelaki suku Mee pada zaman dulu.
Dari
sekian pertanyaan di atas ini menunjukkan adanya perubahan yang terjadi
secara signifikan dalam tradisi suku Mee akibat perkembangan arus
globalisasi. Perkembangan globalisasi ini disertai aroma budaya luar
(modern) yang menyebar luas dan dalam berbagai bentuk yang cenderung
mempengaruhi aspek kehidupan suku Mee. Faktor yang cenderung
mempengaruhi perubahan tradisi suku Mee adalah: Aspek Masuknya Agama dan
aspek masuknya Pemerintah.
Aspek
masuknya Agama pemenjadi awal perubahan (difusi antarmasyarakat) budaya
di kalangan suku Mee karena orang asing pertama yang menginjakkan kaki
di tanah Paniai adalah seorang imam yang dapat menyebarkan agama.
Pengaruh daripada masuknya agama ini tidak dapat merubah suatu sistim
budaya Mee secara menyeluruh (universal). Akan tetapi sebagian yang
diangap berlawanan dengan ajaran agama.
Aspek
mesuknya pemerintah di wilaya paniai mengakibatkan sistem cultural
suku Mee dapat mengalami suatu perkembagan sistem pemerintahan yang ada.
Sitem pemerintahan yang ada dipimpin oleh Tonawi (kepala Suku) Namun
masih terbatas pada suatu wilaya yang dibatasi oleh gunung, sungai,
danau dan lainnya. Disamping itu juga Tonawi ditentukan berdasarkan
kekayaan dan cara bertanggung jawab demi kepentingan umum.
Hal
perluh diketahui bahwa ada beberapa unsur budaya suku Mee yang
mengalami perubahan maupun perkembangan yang drastis adalah unsur budaya
pemerintahan(tonowi, meibo) , unsur kepercayaan (mogai daa, kegotai),
unsur berpakaian (koteka, Moge) dan unsur ekonomi (Mege).
Tradisi-tradisi suku mee
Sebagai
salah satu suku yang terbesar di papua dimana suku mee termasuk
kedalam 5 suku terbesar dipulau papua memiliki peran aktif dalam
pembagunan daerah dan pembangunan manusia secara tradisional yang
nantinya akan membentuk manusia handal di profesinya masing-masing. pada
sasarnya suku telah berkembang di paniai sejak 4 abab yang lalu dimana
ekspedisi mereka dimulai dari png menuju oksibil dari oksibil menuju
wamena lebih tepatnya di lembah baliem (gua pasema) mereka masih
nomaden. suku ini membentuk jti diri mereka dari situ membentuk prinsip
hidup, membentuk nilai,norma, aturan,kaidah, filosofi tradisional, dan
ideologi yang menjadi dasar mereka untuk membangun mansyarakat mee yang
utuh dan mempunyi seperangkat media komunikasi, tranformasi kepada
generasi penerus yang baik. Memang suatu perkembangan harus diawali
dengan suatu perkembangan susah payah namun hasil dari keringat kita
keluarkan akan mengasilkan berkat yang melimpah bagi orang lain dan kita
sendiri akan emndapatkan upah yang setimpal disurga. Suku memiliki
banyak tradisi dan upaca adat beberapa uapacara adat yang dipunyai
ataralaina adalah
Yuwo (pesta emas), gold party
Kamutai
Ipuwe witogai
Wodauwaga wati membatasi kelakuaan atau dosa dari kakek
Eba mukai pengumpulan dana
Gaupe untuk pemberian nama kepada laki-laki dewasa
Kaboduwai untuk membatasi suatu penyakit yang melanda suatu marga
Owoupuwe witogai karena kelaparan
Madou kamu 7 hr 7 malam harus did lm rumah
YUWO (pesta emas atas pesta puncak)
Yuwo
menurut salah seorang tokoh adat THOBIAS UKAGO dari kampung diyai yaitu
pesta adat untuk mencari dana atau pusat pencarian dana beberpa fungsi
yuwo . yuwo ini biasaya
Mencari jaringan masrga dari nenek moyang dahulunya ada dimana yuwo dijadikan sebagai sarana komunikasi perkenalan.
Sebagai penentu temperature ekonomi suatu wilayah di daerah paniai
Yuwo
memiliki pernana penting dalam perkembangan suatu daerah dengan kenikan
tersebut yang dimilikinya maka disini yuwo. Sesuai dengan fungsi yuwo
sebagai penentu temperature ekonomi maka beberpa hal yang dilaksanakan
dalam yuwo dalam bentuk kegiatan transaksi jual beli adalah.
Komuditi yang dijual
Prosesi berjalanya yuwo
Perencenaan
adalah suatu rapat tradisional yang dilakukan oleh komunitas diasuatu
kampung dengan topic pembicaaan adalah bagaimana yuwo tersebut dapat
kita mabil dan diadakan di wilayahnya. Dengan hal ini mengecek kesiapan
masyarakat setempat untuk mengambil yuwo (yuwo moti) artinya keputusan
mengambil yuwo
Sesudah
perencanaan matang dimana ditputuskan untuk mengambil yuwo sudah di
sahkan untuk melakukana cara tersebut maka selanjutnya adalah
penembangan pohon ange adalah untuk mengambil yuwo dengan membunuh satu
ekor babi dan dikhususkan untuk laki-laki. Pada acara penembangan onage
ini ada satu larangan yaitu kayu onage yang di tebang pertama tidak
boleh terkena atau sentuh tanah dan onage tersebut di letakan di atas
keyage (para-para).ada beberap hal yang di perhatikan adalah
Jika
sejalan dengan penebangan pohon onage jika ada sekor burung nuri lewar
disitu maka akan terjadi malapapetaka yaitu orang yang menebang pohon
tersebut akan meninggal.
jika ada seekor burung wogiyo maka istri dari orang yang menebang pohon tersebut akan meninggal.
Ada
beberpa hal yang menguntungkan ditu sewaktu penebangan pohon adalah
jika terdapat banyak sarang semut atau kutu busuk maka akan banyak
mendapat rejeki pada pesta tersebut.
Beberapa kayu diambil untuk pembuatan yuwo owa adalah :
Pada
bagian pondasi pohon yang sudah di tujukan untuk pembuatan pondasi
harus langsung di tanam dan jika pembuatan rumah tersebut di mulai maka
harus diselesaikan dalam sehari rampun. Sesudah pembuatan yuwo owa
tersebut yang boleh masuk pada malam itu adalah hanya laki-laki yang di
perbolehkan untuk menginap pada malam pertama rumah tersebut telah
jadi.pada malamnya nanti di iringi dengan lagu daerah dan orang yang
datang dari daerah lain boleh tinggal di daerah tersebut beberapa hal
yang penting adalah para tamu yang datang untuk bertamu tersebut harus
di berikan makan oleh orang-orang di kampung dimana terselenggaranya
acara tersebut.
Tidak ada komentar: